© Wikimedia.org/CES
Jepang selalu punya tradisi unik yang tak ada di negara lain. Salah satu festival yang terbilang unik adalah festival tanpa busana.
Festival yang dilakukan di musim dingin ini dilakukan oleh pria yang hanya mengenakan kain yang menutupi kemaluan, kemudian mereka akan menari-nari sambil mengucap syukur kepada para dewa.
Namun, festival yang selalu digelar beramai-ramai ini dilaksanakan berbeda di tahun ini. Karena dunia masih terdampak Covid-19, Jepang akhirnya meniadakan festival ini. Namun, hanya beberapa orang terpilih saja yang bisa melaksanakan festival unik ini.
Hadaka Matsuri Festival © akademifantasia.org
Seperti yang pernah kita bahas, festival ini bernama Hadaka Matsuri. Hadaka Matsuri umumnya dilaksanakan pada Sabtu ketiga di bulan Februari di Kuil Saidaiji Kannonim. Namun, melansir dari CNN Travel, karena tahun ini masih adanya pandemi COVID-19, memaksa para penyelenggara mengurangi banyak hal secara signifikan.
Biasanya, festival ini dihadiri oleh seluruh penduduk di kota Jepang. Bahkan ada yang dari luar negeri. Namun, Hadaka Matsuri tahun ini digelar pada 20 Februari lalu dan hanya dihadiri oleh 100 orang terpilih saja.
100 pria beruntung ini adalah mereka yang telah menangkap shingi dalam beberapa tahun terakhir.
Selain itu, Hadaka Matsuri tahun ini digelar secara tertutup tanpa penonton.
Kalau biasanya peserta akan berkempul dan untuk memperebutkan ranting dan tongkat yang dilempar pendeta, kali ini peserta terpilih akan berkumpul di Kuil Saidaiji Kannonim untuk berdoa bagi kesuburan, berakhirnya pandemi, dan perdamaian dunia.
Hadaka Matsuri Festival © thadpope.com
Masih mengutip dari CNN, ada alasan mengapa penyelenggara tidak membatalkan tradisi ini. Menurut mereka hal ini untuk menghormati tradisi yang telah berjalan selama 500 tahun itu.
Ketua Saijaiji, Eyo Minoru Omori mengatakan jika pihak penyelenggara telah mendapat persetujuan dari para pendeta dan juga anggota komite untuk tetap menggelar acara.
Hadaka Matsuri sendiri digelar untuk merayakan berkah dari panen yang melimpah, kemakmuran dan juga kesuburan.
Perayaan ini sudah ada sejak zaman Nara sekitar tahun 710 hingga 794 Masehi. Saat itu, raja sangat mempercayai bahwa untuk membersihkan dan mensucikan diri dari dosa, harus melakukan festival ini.
Berbekal LPDP, Namira Adjani Resmi Raih Gelar Magister Hukum dari UCL
Kaneishia Yusuf Lulus Cumlaude di HI UI, Bukti Karier dan Akademik Bisa Jalan Bareng
Janice Tjen Jadi Runner Up Sao Paulo Open 2025, Harapan Baru Tenis Indonesia
Plan Workout 28 Hari Mengikuti Siklus Hormon Wanita
Ultah MOP Sepi Sosok CFO, Tasya Farasya Gugat Cerai Ahmad Assegaf?
Janice Tjen Jadi Runner Up Sao Paulo Open 2025, Harapan Baru Tenis Indonesia
Ultah MOP Sepi Sosok CFO, Tasya Farasya Gugat Cerai Ahmad Assegaf?
Rumah Dijarah Ludes, Eko Patrio Terpaksa Ngontrak di Pinggiran Jakarta
Sulthon Kamil Terseret Skandal Pelecehan Seksual, Band Harum Manis Didepak Label
Kimberly Ryder Buka Suara Soal Kekasih Barunya: Sudah Kenalkan ke Anak-anak
Artikel ini tidak disarankan untuk Anda yang masih berusia di bawah