Tiga Tahun Pacaran, Cowokku malah 'Tidur' sama Tetangga Kamar

Reporter : M. A. Adam Ramadhan
Senin, 3 Februari 2020 07:00
Tiga Tahun Pacaran, Cowokku malah 'Tidur' sama Tetangga Kamar
“Kami sudah berpacaran selama tiga tahun. Setelah wisuda tahun ini, kami berencana menikah. Tapi, untung Tuhan sayang sama aku. Dengan menunjukan siapa dia sebenarnya :)”

Ya, Tuhan memang memiliki caranya sendiri dalam menyangi hamba-Nya. Sebab, yang menurut kita baik belum tentu baik. Yang menurut kita buruk belum tentu buruk.

Bahkan demi menyelamatkan kita dari yang paling pahit, nggak jarang Tuhan membuat membuat kita pahit terlebih dahulu.

Itulah yang setidaknya sedang dialami oleh seorang wanita di akun twitternya @longtimenoshit, yang telah bersedia agar salah satu kisahnya ini ditulis pada sesi #CurahanHati kali ini.

1 dari 10 halaman

31 Januari 2020

Seharusnya, waktu itu aku sudah berada di dalam kereta.

Tapi, kini akhirnya berada di dalam sebuah bus antar provinsi. Dan di perjalanan yang menghabiskan waktu sekitar 8-9 jam itulah kisah ini aku tulis.

Kisah yang membuatkiu terheran-heran tak percaya. Sampai-sampai napasku sesak.

Ya, setidaknya, itulah yang kurasakan.

 

2 dari 10 halaman

Kalian boleh menyebutku dengan panggilan apapun yang kalian mau. Tapi untuk (mantan) pacarku ini, bolehlah kalian memanggilnya Boy (baca: si lelaki).

Kami sudah berpacaran selama 3 tahun, dan sekarang kami sudah memasuki semester akhir di bangku perkulihan. Hanya tinggal menunggu wisuda saja. Dan setelah wisuda, rencananya kami akan menikah :)

Pada masa penelitan kemarin-kemarin, kos si Boy sempat dibobol maling. Motor, dompet, laptop, semuanya dibawa kabur oleh si Maling. Ditambah lagi, perekonomian keluarga si Boy sedang merosot.

Sebagai pacar yang baik, tentu saja aku membantunya semampu yang aku bisa :)

3 dari 10 halaman

Pada saat itu, biaya hidup si Boy bisa dibilang hampir sepenuhnya bergantung padaku. Memang, aku masih lancar mendapatkan transferan dari orang tuaku. Tapi, uang itu hanya bisa dipakai untuk membayar uang kos-an. Jadi, aku bekerja part-time di rumah makan gitu untuk nambah biaya hidup. Belum juga untuk nge-print dan motokopi penelitanku yang tentu aja nggak murah.

Ngomong-ngomong, aku selalu masak di kos. Makanya, setiap kali si Boy mau sarapan, makan siang, bahkan makan malam, dia selalu mampir. Dia dateng Cuma model kerupuk doang… Haha

Makanya, kami  jarang banget makan di luar kayak pasangan pada umumnya. Nggak tahu ya, menurutku, justru di situlah letak keromantisannya.

4 dari 10 halaman

Di kosku, sebaris kamarnya ada lima. Kamar sebelah adalah adik tingkatku yang baru beberapa bulan ini pindah. Nah, panggil saja dia Sari.

Setelah kepindahannya ke Kamar sebelah, lama-lama kami semakin dekat. Mulai dari ngobrol bareng, curhat, ngangkatin jemuran kalau misalnya salah satu dari kita lagi nggak ada di kos, bahkan sampe minta tolong nungguin dan nerima paketan. Masih banyak lagi pokoknya, deh!

Sari ini masih numpang minum di kamarku, karena aku punya dispenser. Dia patungan buat beli isi ulang galon aja kalau habis.

Makanya, aku udah maklum banget kalau dia tiba-tiba masuk ke kamarku, ya paling buat ngambil air.

5 dari 10 halaman

Nah, pernah suatu sore, aku sama si Boy lagi makan bareng di kamar. Kalau si Boy lagi main ke kos, pasti pintu kamar aku buka, biar nggak ada fitnah yang enggak-enggak.

Tiba-tiba, cuma pakai daster pendek dan haduk yang melilit di kepalanya, Sari masuk ke kamarku.

Tahu ada Boy di dalam, Sari kaget dan langsung ngibrit ke kamarnya. Aku maklum sih, soalnya aku tahu banget Sari itu biasa berhijab sangat syar’i.

Nah, itulah bagaimana Sari dan Si Boy ketemu.

6 dari 10 halaman

Beberapa hari berlalu, dan si Boy masih menjadi seorang pacar yang sayang dan perhatian sama aku.

Tapi, ada yang berbeda dengan Sari.

Ketika dia ke kamarku untuk curhat, dia pasti sempet-sempetin nanya tentang si Boy. Setiap kali si Boy ke kos, Sari jemurin baju dan cuma handukan. Nyapu depan kamar cuma pakai daster pendek. Padahal, aku tahu betul lantai yang disapu itu nggak kotor.

Dan begonya, waktu itu aku nggak nyadar sama sekali tanda-tanda itu :)

7 dari 10 halaman

Beberapa minggu lalu, aku mendapat kabar kalau aku keterima kerja di sebuah perusahaan bonafit. Aku pun memutuskan untuk berhenti bekerja part-time dan fokus pada perusahaan itu.

Lalu siang tadi, aku siap-siap pergi meninggalkan kos. Ya, untuk persiapan kerja dan wawancara.

Semua persiapanku ditemani oleh si Boy. Mulai dari tempat penginapan, pemesanan tiket kereta, tempat duduk, bahkan beberapa playlist lagunya yang kira-kira enak didengar saat perjalanan di kereta sambil menikmati pemandangan jendela.

Bucin? Aku nggak peduli. Romantis versiku ya sesederhana itu.

Setelah siap berangkat, aku pun pamit ke Sari, ‘cipika-cipiki’ segala, minta didoain agar segalanya berjalan dengan lancar.

Aku juga nitipin kunci kosku ke Sari, biar kalau mau minum masih bisa ke kamarku.

Ditemani si Boy, aku pun berangkat. Kita berdua naik Grab. Ya, soalnya motornya kan kemalingan, kan? Biasanya sih dia ke kosku pakai motor temennya. Cuma, hari itu dia dianter sama temennya sampai ke kosku.

Sebelumnya, si Boy minta kita biar cepet-cepet berangkat. Aku nggak tahu kenapa. Katanya, biar nggak telat, takutnya macet. Padahal, jadwal keberangkatan keretaku masih sejam lagi.

Tapi, yaudah.

Sesampainya di stasiun, kita ngobrol-ngobrol bentar. Dia nggak bisa lama-lama, soalnya ada urusan sama temen, katanya…

Sebelum pergi, dia mengelus kepalaku sambil membereskan kerudungku.

“ Jaga diri, ya. Jaga kehormatanmu,” begitu yang kira-kira dia ucapkan. Aku hanya mengiyakan dan mengangguk.

Beberapa saat kemudian setelah si Boy pergi, aku merasa ada yang aneh dengan ranselku. Terlalu ringan. Pada saat itu, aku baru sadar laptopku ternyata ketinggalan di kos.

Sebenarnya, aku pengin minta tolong si Boy, tapi kan dia punya urusan sama temannya? Aku jadi nggak enak.

Akhirnya aku menelpon Sari. Tapi, nggak diangkat-angkat.

Karena kupikir pasti bakal sempat walau mepet, aku mutusin balik lagi ke kos, naik ojol buat ngambil laptop.

8 dari 10 halaman

Sampai di kos-an, dari jauh kulihat lampu kamarku nyala. Dari saat itu, nggak tahu kenapa perasaanku udah nggak enak.

Aku pun berjalan mendekat ke kamar… dan benar aja.

Sesampainya aku di depan pintu, kudengar desahan dan rengekan kecil dari dalam kamarku.

Pas aku lihat dari jendela, aku kaget. Semua badanku langsung lemes.

Di sanalah aku melihat si Sari dan si Boy… di atas ranjangku… telanjang, lagi ‘begituan’… Sementara laptopku ada di atas meja sebelah mereka.

Saking lemesnya sore itu, aku sampe nggak sadar udah bersandar di tembok. Pandangan kabur juga.

Aku coba tenangin diri sebisa mungkin.

Tapi, ternyata aku nggak bisa.

Aku pun mengambil batu bata yang ada di tempat jemuran, dan kemudian melemparnya ke jendela kamarku.

“ BANGSAT!” teriakku, dan lampu kamarku pun mereka matikan.

Oh ya, aku baru ingat. Saat akhir pekan begini, kos-an sangat sepi.

Terus, aku menggebrak pintu kamar sekuat tenaga, dan menyuruh mereka keluar.

Aku nggak peduli Sari keluar cuma pakai handukku, bahkan dengan kondom yang masih berceceran.

Mereka kemudian berada di kamar sebelah; kamar Sari, tanpa sepatah kata. Sementara aku lantas mengambil laptopku dan keluar, mengunci pintu.

Melewati kamar Sari, kira-kira aku berteriak, “ KITA PUTUS!”

9 dari 10 halaman

Jam kereta sudah lewat. Dengan jalanku yang lemas, tiba-tiba air mataku pun bercucuran. Hatiku rasanya pedih dan sakit.

Aku pun memesan ojol untuk pergi ke terminal. Di sepanjang perjalanan, aku menangis sejadi-sejadinya, sementara abang ojol hanya diam mendengarku sesenggukan.

Sampai sekarang, aku masih nggak habis pikir:

“ Kenapa kami harus berpisah dengan cara yang seperti ini?”

10 dari 10 halaman

Kak, mendengar cerita kamu, kami sampai ikut larut dalam kesedihan yang kamu rasakan, sampai kami nggak bisa berkata apa-apa.

Semoga kamu ke depannya bisa memilih seseorang yang jauh lebih baik dari sekarang. Seseorang yang memang mencintaimu dengan sebenar-benarnya. Buat yang masih jomblo jangan putus asa sampai rebut pacar orang, ya! Perilakumu itu nggak ada bagus-bagusnya.

Dan pesan dari seorang wanita yang menulis kisah ini:
" Semoga kisahku dapat membuat yang lain berhati-hati dalam mempercayai orang."

Beri Komentar