Sulianti Suroso, Dokter Perempuan Indonesia yang Perjuangkan Kesehatan Ibu dan Anak

Reporter : Nasa
Rabu, 10 Mei 2023 13:47
Sulianti Suroso, Dokter Perempuan Indonesia yang Perjuangkan Kesehatan Ibu dan Anak
Ilustrasi sosok Sulianti Suroso hari ini dipilih jadi Google Doodle

Buat kamu warga Jakarta pasti udah gak asing lagi dengan nama Sulianti Suroso, lantaran digunakan sebagai nama sebuah rumah sakit di Kawasan Sunter, Jakarta Utara, yakni umah Sakit Pusat Infeksi Profesor Dr Sulianti Saroso.

Sulianti Suroso merupakan seorang yang memiliki peranan penting dalam aspek kesehatan pada masa jelang kemerdekaan hingga pasca kemerdekaan di Indonesia. Semasa kecil, Sulianti menempuh pendidikan dasar berbahasa Belanda ELS (Europeesche Lagere School), lalu pendidikan menengah elite di Gymnasium Bandung.

Kemudian melanjutkan pendidikan tinggi di Geneeskundige Hoge School (GHS), sebutan baru bagi Sekolah Kedokteran STOVIA di Batavia. Ia lulus sebagai dokter 1942 seperti dihimpun dari laman Indonesia.go.id.

1 dari 4 halaman

Ketika Jepang masih menduduki Indonesia, Sulianti sudah bekerja sebagai dokter di RS Umum Pusat atau saat ini RS Cipto Mangunkusumo. Lanjut, saat ibukota negara pindah ke Yogyakarta, ia juga sempat tinggal di Yogyakarta dan praktik di RS Bethesda.

Ketika tinggal di Yogyakarta, ia terjun sebagai dokter perjuangan. Sulianti kerap mengirim obat-obatan e kantung-kantung gerilyawan republik. Ia juga aktif dalam organisasi di Wanita Pembantu Perjuangan, Organisasi Putera Puteri Indonesia, selain ikut dalam organisasi resmi KOWANI.

Sesudah Indonesia merdeka, Sulianti meraih beasiswa dari WHO untuk belajar tentang tata kelola kesehatan ibu dan anak di beberapa negara Eropa, terutama Inggris. Pada 1952, ia telah mendapatkan Certificate of Public Health Administrasion dari Universitas London.

2 dari 4 halaman

Upayakan Program Kesehatan Ibu dan Anak

Sepulang dari London, Kementerian Kesehatan tempat Sulianti bekerja saat itu menempatkannya sebagai Kepala Jawatan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan RI yang ada di Yogyakarta.

Ia langsung bekerja mengupayakan program kesehatan ibu dan anak. Termasuk pengendalian angka kelahiran lewat pendidikan seks dan gerakan keluarga berencana. Lewat media lokal seperti halnya RRI Yogyakarta dan koran Kedaulatan Rakyat, ia menyampaikan gagasan tentang pendidikan seks, alat kontrasepsi, dan pengendalian kehamilan dan kelahiran.

Menurut Sulianti saat itu, ada korelasi antara kemiskinan, malnutrisi, kesehatan ibu dan anak yang buruk dengan kelahiran tak terkontrol. Nampaknya, gagasan Sulianti mendapat penolakan. Ia kemudian dipindahkan ke Jakarta.

3 dari 4 halaman

Saat di Jakarta, Sulianti dipromosikan menjadi Direktur Kesehatan Ibu dan Anak di Kementerian Kesehatan. Ide soal program KB masih ia perjuangkan tapi lewat jalur swasta. Bekerja sama dengan klinik-klinik swasta ia menginisiasi program KB.

Hingga pada 1960-an, Sulianti terkena imbas permasalahan yang dialami suaminya yang merupaan tokoh Partai Sosialis Indonesia. Namun, ia tak lama terpuruk dan bergegas ke luar negeri mengambil beasiswa di Tulane Medical School, New Orleans, Louisiana.

Dalam lima tahun, ia meraih gelar MPH dan PhD. Desertasinya tentang epidemiologi bakteri E Coli. Ia kemudian diminta Menteri Kesehatan saat itu GA Siwabessy bekerja di Kementerian Kesehatan.

4 dari 4 halaman

Fokus Pencegahan dan Penularan Penyakit

Sulianti kemudian diangkat sebagai Direktur Jenderal Pencegahan, Pemberantasan dan Pembasmian Penyakit Menular (P4M) pada 1967-1975 dan Kepala Badan Litbangkes pada tahun 1975-1978. Usai pensiun, kepakarannya di bidan pencegahan dan penularan penyakit masih terus dimanfaatkan.

WHO memintanya untuk menjadi pengawas Pusat Penelitian Diare di Dakka Bangladesh pada 1979. Lalu, di dalam negeri juga masih diminta menjadi staf ahli menteri.

Gagasan-gagasan Sulianti pengendalian penyakit menular, KB, dan kesehatan ibu serta anak secara bertahap diadopsi menjadi kebijakan pemerintah. Sulianti Saroso sendiri diketahui meninggal dunia pada 29 April 1991, pada usia 73 tahun.

Beri Komentar