Perempuan Negara Belanda Tulis Surat Mengharukan, Cari Ibu Kandungnya di Indonesia

Reporter : Anif Fathul Amin
Selasa, 16 Juni 2020 10:48
Perempuan Negara Belanda Tulis Surat Mengharukan, Cari Ibu Kandungnya di Indonesia
"Engkau tidak mengucapkan selamat tinggal, jadi aku pikir itu hanya sementara dan engkau akan menjemputku," begitu bunyi surat yang ditulis Widyastuti.

Seorang warga negara Belanda bernama Widyastuti menuliskan surat kepada ibu kandungnya yang tak ia ketahui siapa sosok dan di mana keberadaannya. Satu yang ia tahu, ibunya berada di Indonesia.

Widya membagikan kisahnya mencari sang ibu lewat selembar surat. Widya menumpahkan seluruh ingatannya tentang kehidupan di masa lalu ketika ia masih bersama keluarganya yang disinyalir berada di Yogyakarta. Perempuan ini juga menulis di detil biografi Twitter-nya bahwa dirinya lahir di Kota Pelajar itu.

 

"Ketika aku membuka mata aku ingat.. Aku ingat engkau merawatku dengan kehangatan yang luar biasa. Aku ingat Kraton dan berlutut untuk Sultan," begitu kalimat pembuka surat itu yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.

1 dari 3 halaman

Selepas dari Yogyakarta, Widya mengaku masih mengingat dirinya pernah pergi Lampung menggunakan kapal dan tinggal di sana. Hanya saja beberapa waktu setelah masa-masa bersama keluarganya, ia dan ibunya mengalami perjalanan hidup yang berbeda dari sebelumnya.

Perempuan Belanda Mencari Ibu Kandungnya di Indonesia © Diadona

" Aku ingat di penjara bersamamu, tidur di bawah jembatan dan di jalanan Jakarta," tulis Widyastuti.

2 dari 3 halaman

Hingga pada suatu saat, ibunya membawa Widya ke sebuah stasiun. Di sana mereka bertemu dengan seorang perempuan Tionghoa yang disebut-sebut bernama Utari. Ibunya meminta agar Widya ikut dengan perempuan itu.

Perempuan Belanda Mencari Ibu Kandungnya di Indonesia © Diadona

Tanpa ia sadari, itu adalah saat terakhir Widya melihat wajah ibunya tanpa perpisahan. Selama tinggal bersama perempuan Tionghoa itu di sebuah panti asuhan yang bernama Panti Asuhan Kasih Bunda, Widya mengaku kerap menangis karena merindukan ibunya.

Hingga tiga minggu setelah peristiwa itu, sepasang orang tua dari Belanda datang mengadopsinya. Widya dibawa ke Belanda.

Perempuan Belanda Mencari Ibu Kandungnya di Indonesia © Diadona

" Aku berada di tempat yang asing. Aku tidak mengerti bahasanya dan berada dengan orang tua baru. Di sini, aku tetap harus menunggumu untuk datang dan menjemputku. Tahun berganti, harapanku pupus," lanjut Widya.

Meski begitu, Widya mengaku beruntung diadopsi oleh orang Belanda tersebut. Hanya saja, ia masih selalu teringat ibunya.

3 dari 3 halaman

Widya kembali melanjutkan proses pencarian ibu kandungnya dengan berbagai cara seperti bergabung di komunitas adopsi orang Indonesia, berencana melakukan tes DNA dengan sosok 'ibu' yang ditemuinya pada tahu 1991, dan kini Widya mengandalkan sosial media untuk mendapat jawaban pencariannya.

Berikut adalah tulisan surat Widya untuk ibunya.

Perempuan Belanda Mencari Ibu Kandungnya di Indonesia © Diadona

Surat untuk ibu kandungku

Ibuku tersayang,

Ketika aku menutup mata, aku ingat...

Aku ingat engkau merawatku dengan kehangatan yang luar biasa. Aku ingat Kraton dan berlutut untuk Sultan. Aku ingat bepergian dengan kapal ke atau dari Lampung. Aku ingat menonton TV untuk pertama kalinya di atas kapal, yang merupakan pengalaman yang ajaib bagiku. Aku ingat kepingan kehidupan kita di Lampung, dan rumah yang dikelilingi ladang nanas - yang daunnya tajam sering melukai kakiku.
Aku ingat seorang perempuan yang mengayunkan kedua tangannya ke depan dan belakang dan bertepuk tangan sebagai bagian dari olahraga hariannya. Aku ingat engkau memberiku makan nasi dengan sayuran, dan kadang kita merayakan makanan kita dengan sedikit daging.

Tapu aku juga ingat hari-hari buruk kita...

Aku ingat di penjara bersamamu, tidur di bawah jembatan dan di jalanan Jakarta. Aku ingat engkau marah saat aku kehilangan salah satu alas kaki yang aku punya. Aku tahu engkau kesulitan mencari uang, tapi kamu tidak pernah menyerah. Kadang kamu menitipkanku dengan seorang pengasuh. Aku tau kamu akan selalu menjemputku.

Sampai hari itu...

Hari itu kamu membawaku ke stasiun kereta kecil, dan menyuruhku pergi dengan seorang perempuan Tionghoa. Sebagai anak yang baik aku mengikuti perintahmu. Engkau tidak mengucapkan selamat tinggal, jadi aku pikir itu hanya sementara dan engkau akan menjemputku. Seperti yang selalu engkau lakukan. Aku terus menunggu dan menunggu, tetapi engkau tidak kunjung datang...

Saat tinggal di rumah perempuan Tionghoa itu, aku harus menangis karena aku merindukanmu. Setelah berhari-hari menangis dan dihukum karenanya, aku tidak menangis lagi. Tiga minggu kemudian aku diadopsi oleh orang tua dari Belanda. Setibanya di Belanda aku sakit tipes dan dirawat di rumah sakit. Inilah awal kehidupanku di Belanda.

Aku berada di tempat yang asing. Aku tidak mengerti bahasanya dan berada dengan orang tua baru. Di sini, aku tetap harus menunggumu untuk datang dan menjemputku. Tahun berganti, harapanku pupus.

Aku beruntung diadopsi oleh ornag tua yang memberikanku kasih sayang yang luar biasa. Tapi, aku tidak pernah melupakanmu ibuku tersayang. Kehangatan dan kasihmu tidak akan pernah hilang dari ingatanku.

Setelah bertahun-tahun, akhirnya aku memberanikan diri memulai pencarian dirimu. Karena selama ini aku bertanya-tanya apa kabarmu, dan bagaimana hidup ini telah memperlakukanmu...

Widyastuti

Beri Komentar