© 2021 Gisreportsonline.com
Birokrasi adalah suatu sistem untuk mengendalikan atau mengelola suatu negara, perusahaan maupun organisasi dan dioperasikan oleh seluruh pejabat untuk mengikuti aturan secara hati-hati.
Melansir Investopedia, birokrasi biasanya mengacu pada organisasi yang kompleks dengan sistem dan proses berlapis-lapis. Yup, salah satunya adalah negara. Dan sistem atau prosedur ini dirancang demikian untuk menjaga keseragaman dan kontrol dalam suatu organisasi.
Secara umum, awalnya birokrasi dibuat untuk mengatur organisasi melalui sistem tertutup yang formal dan kaku. Ini dilakukan untuk menjaga ketertiban. Birokrasi adalah suatu sistem yang menjunjung tinggi ketepatan prosedur.
Sayangnya, birokrasi identik dengan redundansi, kesewenang-wenangan, dan inefisiensi. Singkatnya, terbelit-belit. Malahan, sampai ada ungkapan satir mengenai birokrasi yakni : " kalau ada yang sulit mengapa harus mudah," atau 'seni yang membuat sesuatu mungkin menjadi tidak mungkin,'.
Sebuah jurnal yang ditulis oleh Eko Prasojo dan Rudiarto Sumarwono berjudul The challenge of reforming big bureaucracy in Indonesia, Indonesia membangun salah satu birokrasi terbesar di dunia di bawah pemerintahan Presiden Soeharto. Sayangnya, ada banyak masalah di dalamnya.
Masalah yang banyak merajalela dalam birokrasi adalah tidak efisiensinya suatu proses, layanan yang butuk, korupsi, dan orientasi proses. Pasca reformasi, para pemimpin politik negara kemudian merancang berbagai mode reformasi administrasi publik yang berpuncak pada reformasi birokrasi, seluruh sistem di tahun 2010 yang dimulai di era Presiden Yudhoyono dilanjutkan oleh Jokowi.
Menurut Drs. Mu'min Ma'ruf, dosen IPDN, birokrasi sudah menjadi simbol kemakmuran dan kerajaan bagi aparatnya untuk mendapatkan pelayanan dari masyarakat. Budaya mengabdi kepada raja telah mengakar dan bersemayam, dan birokrasi diciptakan untuk melayani penguasa sejak zaman penjajahan Belanda hingga nyaris sekarang.
Dikutip dari laman KSI Indonesia, reformasi birokrasi adalah tanggapan atas kritik terhadap kualitas rancangan dan pelaksanaan kebijakan pemerintah.
Secara definisi, reformasi birokrasi adalah usaha penataan dasar yang diharapkan bisa memberikan dampak pada perubahan sistem dan stuktur. Seperti diketahui, birokrasi menangani hubungan antara unsur dan elemen yang mempengaruhi satu sama lain dan saling terkait sehingga menjaditu bentuk secara total. Sehingga perubahan dalam suatu elemen bisa mempengaruhi elemen lainnya dalam sistem.
Perubahan struktur dalam reformasi birokrasi bisa meliputi mekanisme dan prosedurnya, manusia, sumber daya, sarana dan prasarana, organisasi dan lingkungan organisasi untuk efisiensi birokrasi pemerintah.
Dan reformasi birokrasi harus secepatnya dilakukan mengingat kegagalan birokrasi dalam istilah pelayanan publik sampai saat ini masih menjadi representasi buruknya pemerintahan baik di pusat dan tingkat pemerintah daerah
Reformasi birokrasi di masa kepemimpinan SBY telah dilaksanakan sekitar akhir tahun 1007 dan 2008 dan menjadikan Kementrian Keuangan sebagai contoh. Menurut tulisan Prijono Tjiptoherijanto, Sekretaris Wakil Presiden Tahun 2002 – 2005, sayangnya, ini hanya terbatas pada remunerasi atau pemberian tunjangan.
Pada tahun 1974 pemerintah menerbitkan UU No. 8 Tentang Kepegawaian yang kemudian diperbaiki dengan UU No. 43 Tahun 1999 yang menjadi awal dimulainya reformasi birokrasi kepegawaian. Saat itu, aturan baru yang diberlakukan yakni pangkat tertinggi PNs berhenti di tingkat 17 tanpa memperhatikan umur PNS.
Salah satu grand design dalam reformasi birokrasi adalah mengurangi jumlah pegawai negeri yang dipekerjakan di posisi administratif atau manajerial dan mengarahkannya ke perekrutan berbasis fungsional. Secara khusus, ini dipraktikkan dalam pengenalan posisi 'analis kebijakan'.
Kalau tadi sudah dibahas tentang masalah yang terjadi pada birokrasi yang pada akhirnya mengarah pada reformasi birokrasi, nah, masalah-masalah itu disebut dengan patologi birokrasi. Istilah 'patologi' sendiri sebelumnya hanya dikenal dalam ilmu kedokteran sebagai ilmu tentang penyakit.
Penyebab patologis birokrasi ini adalah birokrasi di Indonesia sendiri yang tidak punya iklim untuk mendorong inovasi. Terlebih, para pekerjanya seolah dibuai. Mereka tak akan mendapatkan hukuman bila bekerja secara tidak produktif.
Akibatnya, birokrasi jadi bekerja secara lambat dan nggak efisien, kaku, kurang transparan dan terbelit-belit. Pelayanan jadi kurang pasti. Dan kondisi inilah yang disebut dengan patologis birokrasi.
Ditulis oleh Drs. Mu'min Ma'ruf, dosen IPDN, partologi birokrasi adalah penyakit lama yang terpelihara. Menurutnya, dibutuhkan sistem kontrol dan akuntabilitas publik untuk memerangan penyakit ini. pelakunya adalah mereka yang mempraktikkan 'abuse of power', yakni tindakan kesewang-wenangan hanya karena mereka memiliki kuasa.
Ruang lingkup patologi birokrasi menurut Smith (1988) dalam Ismail (2009) dapat dipetakan dalam dua konsep besar, yaitu:
1. Disfunctions of bureaucracy, yakni berkaitan dengan struktur, aturan, dan prosedur atau berkaitan dengan karakteristik birokrasi atau birokrasi secara kelembagaan yang buruk. Akibatnya, kinerja yang baik tak bisa terwujud. Ini erat kaitannya dalam birokrasi secara institusi.
2. Mal-administration, yakni berkaitan dengan ketidakmampuan atau perilaku yang dapat disogok, antara lain: perilaku korup, tidak sensitif, arogan, misinformasi, tidak peduli dan bias. Kondisi ini erat kaitannya dengan kualitas sumber daya manusianya atau birokrat yang ada di dalam birokrasi.
Dan karena itu, birokrasi memiliki tantangan seperti gimana membangun administrastor publik sebagai pelayan masyarakat. Mereka harus memiliki inovasi, menciptakan regulasi yang ramah publik dengan pelayanan yang efektif dan efisien.
MilkLife: Pilihan Susu dan Milkshake untuk Gaya Hidup Sehat & Seru Setiap Hari
Zakat Fitrah 2025: Berapa Besarnya dan Bagaimana Cara Menghitungnya?
Menembus Batas: Yoona Dorong Kepemimpinan Perempuan yang Berdaya dan Berpengaruh
Rayakan Ramadan dengan Perjalanan Kuliner Istimewa di Sheraton Jakarta Soekarno Hatta Airport