Chhonzin Angmo, Perempuan Tunanetra India Pertama yang Menaklukkan Everest

D Stories | Rabu, 1 Oktober 2025 10:56

Reporter : Abidah Ardelia

Chhonzin Angmo, 29, perempuan tunanetra asal Kinnaur, menorehkan sejarah dengan menaklukkan Everest pada Mei 2025.

Angin tipis menggigit, salju berderak di bawah crampon, dan di ketinggian nyaris 9.000 meter, bendera India berkibar di tangan Chhonzin Angmo. Ia tak melihat panorama Himalaya, tetapi ia tahu persis arti setiap langkah: bertahun-tahun latihan, jatuh bangun mencari dana, memahat nyali.

Advertisement

Hari itu, Everest menjadi jawaban bahwa mimpi bisa menemukan jalannya, bahkan dalam gelap.

Langkah Pertama Menuju Himalaya

Kisah Chhonzin Angmo berangkat dari lembah terpencil Hangrang di Kinnaur, Himachal Pradesh. Ia kehilangan penglihatan saat masih kelas tiga karena reaksi obat.

Hidup di perbatasan India–Tibet tanpa banyak fasilitas tidak membuatnya surut. Dengan dukungan keluarga, Angmo bersekolah di Mahabodhi School dan Asrama untuk Tunanetra di Leh, lalu menempuh kuliah sarjana dan magister di Miranda House, Universitas Delhi.

Siang bekerja sebagai asisten layanan nasabah di Union Bank of India, malam menabung mimpi agar bisa berdiri di puncak tertinggi dunia.

Minat pada olahraga dan alam membawanya mengikuti kursus dasar pendakian di Atal Bihari Vajpayee Institute of Mountaineering and Allied Sports, Manali pada 2016. Di sana, ia menjejak Friendship Peak yang berada di ketinggian 5.289 meter. Pengalaman itu membuka pintu ke berbagai ekspedisi lain di Ladakh.

Ia kemudian mendaki Kang Yatse II setinggi 6.250 meter, bergabung dalam tim disabilitas yang menaklukkan puncak tanpa nama sekitar 6.000 meter, hingga menyelesaikan trekking ke Base Camp Everest pada Oktober 2024.

Rekam jejaknya tak berhenti di gunung. Angmo pernah bersepeda Manali ke Khardung La dalam sepuluh hari pada 2018, menjajal rute Nilgiri pada 2019, dan menempuh Manali ke Kalpa tahun lalu, perjalanan yang menuntut daya tahan di suhu ekstrem. Di antara jeda, ia mengumpulkan medali renang tingkat negara bagian, berlari maraton, dan bermain judo.

2 dari 5 halaman

Puncak Everest dan Catatan Sejarah

Mei 2025 menjadi bulan yang mengubah hidupnya. Bersama tim Pioneer Adventure, didampingi pemandu Dandu Sherpa dan Om Gurung, serta dukungan pelatih dari Boots and Crampons, Angmo menempuh putaran aklimatisasi dari Camp 1 hingga Camp 4 sebelum melakukan dorongan puncak.

Ia mencapai titik tertinggi Everest sekitar pukul 08.34 waktu setempat menurut keterangan pimpinan ekspedisi di base camp. Keberhasilan itu menjadikannya perempuan tunanetra pertama dari India yang menaklukkan Everest serta orang kelima di dunia dengan kondisi serupa yang mampu berdiri di atap bumi.

Seusai turun, ia berkata, “Kisah saya baru dimulai. Kebutaan bukan kelemahan saya, justru kekuatan,” kutipan yang diterjemahkan dari wawancara dengan ThePrint.

3 dari 5 halaman

Dukungan Keluarga dan Komunitas

Kabar bendera India berkibar di puncak Everest cepat menyebar ke Chango, kampung halaman Angmo. Ayahnya, Amar Chand, menyebut momen itu seperti mimpi.

“Putri kami bagaikan oasis di dunia kami,” ucapnya, dikutip dari Moneycontrol. Saudara perempuannya, Kesang Yangchen, menggambarkan prestasi itu seolah “menyentuh bulan” bagi keluarga yang hidup di daratan tinggi yang kerap dijuluki Moonland.

Di sisi lain, komunitas pendaki turut memuji ketekunan Angmo. Seorang pendaki senior yang pernah berlatih bersamanya menilai langkahnya tegap, teknik jumarnya rapi, dan rasa percaya dirinya menular kepada tim.

Rintangan yang Diubah jadi Pijakan

Perjalanan Angmo tidak mulus. Kehilangan penglihatan total sejak kecil membuatnya mengandalkan indra lain di medan bersalju, memori rute, serta komunikasi akurat dengan pemandu.

Keterbatasan dana menjadi batu sandungan lain. Sponsorship dari tempat kerjanya membantu mewujudkan ekspedisi Everest, namun ia tetap harus memadukan disiplin latihan, manajemen risiko, dan strategi aklimatisasi yang ketat.

Sebelum menuju Everest, ia terlebih dahulu menaklukkan Lobuche East sekitar 6.119 meter sebagai bagian dari persiapan. Semua tahap itu membentuk daya tahan fisik sekaligus ketenangan mengambil keputusan di ketinggian.

4 dari 5 halaman

Pengakuan dan Jejak Prestasi

Pemerintah India memberi Angmo Sarvshresth Divyangjan National Award pada 2024, penghargaan yang diserahkan Presiden Droupadi Murmu. Namanya juga pernah disebut dalam siaran radio “Mann ki Baat” oleh Perdana Menteri Narendra Modi saat mengapresiasi tim ekspedisi disabilitas.

Pada 2021, ia bergabung dalam Operation Blue Freedom, misi yang membawa para difabel menjejak gletser Siachen dan mencatatkan rekor dunia. Di luar itu, catatan olahraganya mencakup medali renang tingkat negara bagian serta partisipasi di sejumlah maraton besar di India.

5 dari 5 halaman

Keteladanan yang Menular

Angmo menjadikan Helen Keller sebagai panutan, terutama gagasan bahwa visi hidup lebih penting dari sekadar kemampuan melihat. Ia menegaskan tekadnya untuk mengejar tujuh puncak benua setelah Everest.

“Ini bukan semata kemenangan pribadi. Ini milik siapa pun yang terus percaya meski peluang tampak kecil,” ucapnya.

Pernyataan itu sejalan dengan misinya yang lebih luas, yaitu mendorong generasi muda dari daerah terpencil agar berani bermimpi dan menjadikan olahraga sebagai ruang pemberdayaan. Ia juga ingin menggunakan pengaruhnya untuk advokasi keselamatan pendakian dan kelestarian lingkungan Himalaya.

Join Diadona.id