© Https://www.shutterstock.com/g/Dragon+Images
Bagi kita, main perang-perangan mungkin terdengar cukup umum dilakukan oleh anak dan teman sebayanya. Tapi di balik itu, sebenarnya secara nggak langsung kita membiarkan anak saling melakukan kekerasan walau bukan secara sengaja dilakukan.
Dilansir dari Parents, anak-anak memang sudah lama tertarik dan senang dengan kekerasan imajiner. Jane Katch, seorang guru dan penulis buku parenting, mengungkapkan bahwa semua anak suka bermain sebagai orang baik dan orang jahat.
"Semua anak suka bermain sebagai orang baik dan orang jahat karena begitulah cara mereka mengeksplorasi apa artinya menjadi orang yang kuat. Dan jika kamu adalah anak yang mengikuti aturan di sebagian besar waktu, sangat menyenangkan untuk berpura-pura menjadi orang jahat," ungkap Jane.
© Diadona
Cerita seperti Hansel dan Gretel yang hampir dimakan oleh penyihir, hingga Harry Potter yang berperang melawan kejahatan sangat menarik bagi anak-anak. Namun mungkin beberapa di antara kita merasa khawatir tentang kekerasan nyata seperti penembakan di sekolah dan ancaman bom.
Jadi wajar jika kita bertanya-tanya, apakah imajinasi kekerasan itu sehat?
Sebenarnya imajinasi kekerasa itu cukup normal. Menurut Michael Thompson, Ph.D., seorang psikolog klinis, nggak ada yang namanya permainan kekerasan dalam dunia anak.
" Kekerasan adalah upaya untuk menyakiti seseorang. Tapi bermain, menurut definisi, itu menyenangkan. Jadi, apa pun permainannya, jika anak-anak bermain dan tidak ada yang takut atau terluka, itu bukan kekerasan," tutur Michael.
© Diadona
Para ahli setuju bahwa permainan pura-pura semacam ini adalah bagian penting dari proses belajar anak untuk menjadi seseorang. Anak-anak nggak selalu bisa mengungkapkan ide-idenya, makanya mereka memilih menggunakan tema-tema yang membuat mereka penasaran atau khawatir melalui permainan.
Sebagai orang tua, kita nggak perlu berasumsi bahwa permainan anak yang melibatkan senjata atau kematian punya arti yang sama bagi anak, seperti pemikiran kita. Michael menjelaskan bahwa anak nggak bisa sepenuhnya memahami keabadian kematian sampai mereka berusia antara 6 sampai 9 tahun, kecuali mereka telah secara langsung dihadapkan pada kerasnya kenyataan.
© Diadona
Bermain adalah cara anak memroses situasi yang meresahkan. Dengan memainkannya, anak merasakan pengalaman yang menakutkan dan hal itu menjadi cara mereka menguasai kebingungan atau ketakutannya.
Tugas utama kita sebagai orang tua adalah memastikan agar permainan yang dilakukan anak tetap aman. Jadi jangan lupa untuk memperhatikan mereka saat sedang bermain ya, Moms!
Manggung di Acara Nikahan, Ini Deretan Foto Tiara Andini Pakai Dress Bling-bling yang Bikin Salfok
Pendiri Mustika Ratu Mooryati Soedibyo Meninggal Dunia di Usia 96 Tahun
Diskon Shopee Periode April 2024, Banjir Promo dan Voucher Belanja!
Spoiler One Piece 1112: Gorosei Terus Mengamuk di Egghead, Luffy Kewalahan?
Adik Via Vallen Dilaporkan Polisi terkait Dugaan Penggelapan Sepeda Motor
El Rumi Sudah Kenalkan Eca Aura ke Ahmad Dhani dan Para Personel Dewa 19, Makin Serius Nih?
Dituduh Terseret Kasus Korupsi Rp271 Triliun, Ayu Dewi Langsung Klarifikasi
Selamat, Alyssa Soebandono Melahirkan Anak Ketiga Berjenis Kelamin Perempuan
Tak Dimaafkan Nikita Mirzani, Lolly Diduga Kehabisan Uang sampai Jual Baju Bekas