Bukan Kekerasan yang Dibutuhkan Anak, Orang Tua Butuh Belajar Kontrol Diri

Reporter : Sheila Fathin
Selasa, 13 Juli 2021 08:00
Bukan Kekerasan yang Dibutuhkan Anak, Orang Tua Butuh Belajar Kontrol Diri
"Ayah, Ibu... kenapa aku dipukul?"

Kekerasan pada anak tidak hanya sekali dan dua kali terjadi. Sudah 3.087 kasus kekerasan pada anak yang terjadi pada tahun 2020 dan semakin meningkat. Angka ini bukan pencapaian yang wajib dibanggakan, ya. Tindakan kekerasan hanya akan membuat anak semakin trauma. Anak tidak lagi memiliki hak atas dirinya. 

Alasan yang paling mendasari terjadinya perilaku kekerasan pada anak adalah hubungan asimetris antara anak-orang tua, pengontrolan diri orang tua dan faktor ekonomi orang tua. Tentunya ini dijelaskan juga dalam jurnal Kekerasan Anak dalam Keluarga yang diterbitkan pada tahun 2020.

Anak rentan mendapatkan perilaku kekerasan karena anak tidak memiliki kesadaran penuh kalau dirinya mempunyai hak untuk tidak diperlakukan seperti itu. Di samping itu anak tidak bisa membantah kehendak orang tua karena mereka belum memiliki pengertian dan pertahanan tentang hal itu. Tindakan kekerasan orang tua yang diberikan pada anak, anak cenderung tidak tahu kalau hal yang dilakukan itu merupakan suatu bentuk kekerasan. 

1 dari 6 halaman

Kekerasan Anak dalam Keluarga © Diadona

Pada bulan Mei 2021, terjadi kasus kekerasan pada anak yang sempat viral. Kasus kekerasan itu viral akibat tersebarnya video penganiayaan anak yang dilakukan Ayah kandungnya kepada anaknya yang berumur 5 tahun. Kasus kekerasan ini terjadi karena sang ayah cemburu dengan kekasih baru dari mantan istrinya. Ayah dari anak 5 tahun ini kemudian melampiaskan kemarahannya pada anaknya. 

Di dalam video yang viral itu, anak tersebut tidak menangis ataupun berteriak saat dipukul dan dijambak rambutnya. Perilaku tidak menangis dan tidak melakukan perlawanan tersebut bisa menjadi warning bagi para orang dewasa. Pasalnya, anak belum tahu jika dirinya sedang mengalami kekerasan yang dilakukan oleh orang tuanya dan itu bisa menjadi pengaruh buruk untuk kondisi mental dan kejiwaannya ke depan.  Kemungkinan lain yang bisa terjadi adalah tindakan tersebut sudah sering dilakukan oleh sang ayah dan dianggap sebagai tindakan yang benar dalam mendidik anak.

Banyak sekali kasus kekerasan pada anak diluar sana. Mirisnya, pemberitaan tentang kekerasan anak dalam keluarga kian menjadi. Kekerasan pada anak tidak hanya dilihat dari segi penyerangan secara fisik saja yang mana seperti memukul, menjambak, menendang dan lain sebagainya. Perilaku seperti membatasi ruang gerak anak, mengatur segala urusan dan pilihan anak juga termasuk ke dalam kekerasan. 

Menurut Robert Lee Barker, seorang psikoterapis, kekerasan adalah tindakan yang tidak layak yang mengakibatkan kerugian atau bahaya secara fisik, psikologis, dan finansial. Beberapa hal itu sering luput dari kesadaran para orang tua untuk mendidik anaknya. 

2 dari 6 halaman

Orang tua memang ingin mendidik anaknya dan menuntun anaknya menjadi lebih baik untuk masa depannya agar tidak menyesal. Namun, terlalu membatasi ruang gerak, pendapat, hingga pilihan itu juga nggak baik. Anak menjadi tidak punya suara atas dirinya sendiri. 

Britney Spears © Diadona

Hal ini sama seperti kasus yang dialami oleh Britney Spears. Selama 13 tahun hidupnya, dirinya merasa terkengkang dan tidak memiliki hak atas dirinya. Awalnya ini semua bermula dari conservatorship yang diberikan pengadilan kepada Ayahnya. Britney Spears merasa ayahnya terlalu mengontrolnya hingga melewati batas kemampuannya. 

Hal yang membuat ini masuk ke dalam ranah kekerasan dalam keluarga adalah Ayah Britney, Jamie, melarang Britney untuk melepas alat kontrasepsinya yang sudah terpasang selama 13 tahun di dalam tubuhnya. Dirinya juga disuruh terus bekerja dan menghasilkan uang seperti budak. Ditambah, Britney juga dipaksa untuk meminum obat dan pergi ke psikiater di luar keinginannya.

Cerita dari Britney Spears ini juga bisa menjadi sebuah tamparan untuk kita. Seseorang dengan kondisi umur yang sudah matang juga rentan mengalami kekerasan dalam keluarga. Ruang gerak dalam hidupnya dibatasi dan dirinya juga tidak memiliki hak secara utuh atas dirinya. Hal itu juga mengakibatkan dirinya mengalami penyakit mental lebih jauh lagi. 

3 dari 6 halaman

Tidak Hanya Anak, Orang Tua juga Perlu Kontrol Diri

Kekerasan dalam Keluarga © Diadona

Apa kalian tahu kalau kekerasan pada anak itu nggak hanya berupa kekerasan secara fisik aja? Masih banyak lho orang yang belum tahu kalau tindakan kekerasan yang dilakukan pada seorang anak tidak hanya berupa pemukulan fisik. Kekerasan secara emosional seperti menuntut ini dan itu hingga membuat anak mempertanyakan dirinya dan berujung depresi juga bisa masuk ke dalam tindak kekerasan. 

Kalau kalian tahu,  anak di dalam kondisi seperti ini diposisikan sebagai individu yang lemah. Beban ganda yang diberikan kepada anak dari orang tua dan masyarakat membuat anak begitu rentan dan tidak bisa melawan kehendak orang tua atas tuntutan yang dibebankan kepadanya. Anak yang tidak tahu apa-apa harus merasa melakukan tindakan yang menurutnya memang hal yang benar. 

Udah nggak asing lagi sih kalau beberapa tindakan kekerasan juga bisa terjadi jika anak melakukan sesuatu di luar aturan orang dewasa. Iya nggak? Anak akan mendapatkan sanksi dari perbuatannya seperti pemukulan, pencubitan, dan hal-hal lainnya. Tapi bagaimana jika orang tua yang berbuat kesalahan?  Sanksi apa yang kira-kira akan didapatkannya? 

4 dari 6 halaman

Dari situ, bisa dilihat kalau ada penyalahgunaan peran dan power dalam keluarga. Orang tua yang melakukan tindak kekerasan merasa superior sehingga bisa berbuat seenaknya pada anaknya dalam sebuah kedok ‘mendidik’. Anak dalam kondisi ini berada dalam posisi yang lemah dan dilemahkan oleh keadaan. Sehingga mereka tidak melihat kejadian ini menimpa dirinya dan tidak tahu harus menghadapi seperti apa kondisi tersebut.

Menurut Kak Seto, di dalam lingkungan masyarakat seolah muncul anggapan bahwa anak merupakan komunitas kelas bawah yang memposisikan diri mereka sangat rentan. Rentan mengalami kekerasan dan rentan mengalami beban ganda. 

Selain itu, tidak hanya anak saja yang perlu dikontrol tindakannya. Orang tua juga perlu mengontrol dirinya sendiri dalam bertindak kepada anak. Menjadi orang tua itu memang tidak pernah mudah. Apalagi di saat kerjaan numpuk dan banyak hal yang mempengaruhi mood. Melihat anak yang tidak bisa diatur juga bisa membuat stress dan mempengaruhi emosi.

Biasanya saat-saat seperti itu orang tua entah secara sadar atau tidak sadar melampiaskan emosinya kepada sang anak. Perlu kesadaran penuh dari orang tua untuk memahami kondisinya sendiri. Sebagai orang tua sudah menjadi tanggung jawab dan kewajibannya untuk mengontrol emosinya ketika sedang marah agar tidak dilampiaskan dalam lingkungan keluarga, terutama anak. 

5 dari 6 halaman

Keluarga Itu Pondasi Primer Bagi Anak

Keluarga Pondasi Utama bagi Anak © Diadona

Kekerasan dalam keluarga khususnya yang terjadi pada anak, penyebab yang bisa dilihat adalah rapuhnya tatanan keluarga di dalamnya. Kerapuhan tatanan dalam keluarga disebabkan dari ketidakmampuan orang tua dalam mendidik anak dengan sebaik-baiknya. Bisa dilihat dari ketidakmampuan orang tua dalam memberikan perhatian, kelembutan dan kasih sayang kepada anak. 

Keluarga yang penuh dengan konflik seperti pertengkaran, perselisihan, kecemburuan, dan permusuhan adalah tempat di mana kekerasan bisa terjadi. Tak hanya kekerasan secara fisik, melainkan kekerasan secara emosional juga bisa terjadi. Sasaran utama yang terkena imbasnya adalah anak. Tentunya kamu tahu kan, kalau keluarga adalah fondasi utama atau primer bagi anak. Pusat dalam mendidik dan mengembangkan anak ada di dalam keluarga. Orang tua sebagai objek terpenting bisa mendidik anak dengan kasing sayang dan kelembutan yang anak menjadi kunci tercapainya kualitas anak yang lebih baik sih.

6 dari 6 halaman

Tentunya sebagai orang tua yang punya kesadaran penuh dan tanggung jawab atas anak yang kita inginkan, tidak ada alasan lagi untuk membebankan emosi kita kepada anak. Tidak ada lagi alasan orang tua untuk membentuk dan mendidik anak di dalam lingkungan keluarga yang tidak bersahabat, apalagi sampai melakukan kekerasan dalam hal fisik dan emosional.  

Derajat anak dan orang tua itu sama. Tidak ada yang superior atau lemah. Menerapkan norma dan nilai pada anak memang penting untuk membentuk karakter anak yang punya sikap sopan dan santun. Tapi, menempatkan anak sebagai komunitas kelas bawah dan memperlakukannya seenaknya saja itu bukanlah sikap orang tua yang baik. Ada baiknya juga mendidik anak penuh dengan kasih sayang tanpa perlu menujukkan kekerasan.

Maka dari itu untuk para orang tua di luar sana, kesadaran penuh atas diri kalian sebagai orang tua sangat dibutuhkan untuk membangun tumbuh kembang anak agar tidak ada terjadinya kekerasan. Anak yang dididik dengan kekerasan efeknya pada kesehatan jiwanya juga tidak baik. Jadi, untuk Diazens di luar sana yang belum menikah dan hendak akan memiliki anak, ada baiknya untuk mengedukasi diri kalian dengan ilmu parenting yang apik, ya. 

Beri Komentar