Hari Keluarga Berencana Nasional: Mengendalikan Kehamilan Bukan Hanya Urusan Perempuan Saja, lho!

Reporter : Sheila Fathin
Selasa, 29 Juni 2021 09:35
Hari Keluarga Berencana Nasional: Mengendalikan Kehamilan Bukan Hanya Urusan Perempuan Saja, lho!
Ternyata kontribusi laki-laki dalam KB masih di bawah 5 persen, lho!

Kiranya ada yang tahu nggak kenapa Hari Keluarga Berencana Nasional diperingati tanggal 29 Juni? Kalau dilihat dari proses sejarahnya yang panjang sih, alasan yang mendasari Hari Keluarga Berencana Nasional adalah karena ledakan penduduk yang terjadi pasca kemerdekaan. Pernikahan dini pada masa itu marak sekali terjadi, lho, hingga mengakibatkan tingginya angka kematian yang terjadi antara ibu dan bayi. Sampai sekarang pun, pernikahan dini masih tetap saja terjadi, yang rentan menyebabkan keguguran pada ibu muda. Meskipun sebenarnya, sudah ada undang-undang yang mengatur tentang batas minimal usia pernikahan. 

Tahun 1993, Harganas atau Hari Keluarga Berencana Nasional yang digagas oleh ketua BKKBN di era Presiden Soeharto, yaitu Haryono Suryono, usulannya disambut positif oleh pemerintah. Tanggal 29 Juni ditetapkannya sebagai Harganas karena di tahun 1949 dan 1970 terjadi peristiwa penting. Program ini pun sudah mendapatkan legalitas pada 15 September 2014 melalui keputusan Presiden RI Nomor 39 tahun 2014. 

Awalnya, organisasi ini dibentuk melalui Perkumpulan Keluarga Berencana tanggal 23 Desember 1957. Tujuannya adalah membentuk keluarga-keluarga yang sejahtera yaitu dengan mengatur kehamilan, mengobati kemandulan dan memberi nasihat perkawinan. 

Jangan salah, ternyata di balik program itu semua, pemerintah sedang berusaha untuk menekan angka kematian, kelaparan serta memajukan kesejahteraan keluarga bagi penduduk kelas menengah ke bawah. Selain itu program KB yang digaung-gaungkan untuk memiliki 2 anak saja cukup itu difungsikan untuk menggantikan posisi kedua orangtuanya dan pertumbuhan penduduk di Indonesia agar menjadi stagnan.

1 dari 4 halaman

Banyak Anak Banyak Rezeki?

Keluarga Berencana © Diadona

Slogan yang sering kita dengar dan sudah ada secara turun-temurun adalah banyak anak, banyak rezeki. Diazens pernah dengar kalimat itu nggak?

Banyak masyarakat yang percaya bahwa kehadiran anak berarti orang tua akan mendapat kekayaan melimpah, yang nantinya akan dilimpahkan untuk biaya membesarkan anak. Tunggu dulu! Kenyataannya, melahirkan banyak anak tanpa perencanaan belum tentu sesuai dengan kondisi ekonomi masing-masing keluarga.

Sering nggak sih, kita melihat bahwa masih banyak anak yang terlantar dalam mengakses pendidikan, hingga berakhir putus sekolah. Miris banget, ya. Hal ini bisa lho dilihat dari banyak siswa yang masih kesulitan mendapatkan akses internet dan perangkat elektronik memadai untuk pembelajaran daring. 

Jika ditelaah kembali, di mana peran orang tua menurut slogan banyak anak banyak rezeki? Kayaknya orang tua harus bisa menyediakan fasilitas yang memadai, mulai dari segi ekonomi dan psikologis, agar anak mendapat hak dan kewajiban dalam menuntut ilmu. Tapi tidak menutup mata, bahwa peran pemerintah juga sangat penting dalam proses pendidikan anak wajib belajar 12 tahun. 

Bukan berarti memiliki anak lebih dari dua adalah hal yang salah. Terkadang, ada hal-hal tak terduga seperti melahirkan bayi kembar tiga, atau ada pasangan yang merencanakan kelahiran anak baru. Semua hal ini sah-sah saja selama orang tua dapat mendukung tumbuh-kembang anak.

Yang menjadi masalah adalah ketika orang tua tidak menyadari keterbatasan ekonominya, dan mengesampingkan kebutuhan utama anak. Pasalnya, ketika memiliki anak, orang tua perlu mempertimbangkan biaya-biaya pengeluaran seperti biaya sekolah, fasilitas pendukung akademis, hingga keperluan-keperluan lainnya. Semua ini bisa terpenuhi apabila orang tua sadar akan kemampuannya dalam membangun keluarga.

2 dari 4 halaman

Program KB yang Kebanyakan ‘Khusus’ untuk Perempuan

Alat Kontrasepsi © Diadona

Sejalan dengan pertumbuhan penduduk di Indonesia yang semakin meningkat di tahun 2020, pertumbuhan penduduk di Indonesia naik sebesar 32,56 juta jiwa dengan  total 270,20 juta jiwa penduduk. Pengendalian kehamilan ini menjadi hal penting yang juga perlu diperhatikan, lho, Diazens. 

Mengapa pengendalian kehamilan ini penting? Jumlah penduduk Indonesia jika tidak dikendalikan bisa-bisa tembus sampai 500 juta jiwa penduduk. Itu merupakan angka yang cukup besar. Jika kalian tahu demografi Indonesia sendiri, masih banyak masyarakat yang miskin dan kelaparan. 

Menurut pengalaman dari Teresa Dewi, temannya sempat mengeluh karena keluarga yang dimiliki tidak berasal dari kalangan yang berkecukupan. Keluarga ini juga tidak sanggup membiayai temannya. Selain itu, dia merasa bahwa seharusnya dia tidak dilahirkan jika ekonomi keluarga tidak cukup untuk membiayai dirinya. 

Dari contoh itu, pengendalian kehamilan ini menjadi penting untuk memutus tali kemiskinan, kelaparan, serta memperkuat perekonomian keluarga. Anak pun bisa lepas dari  sandwich generation. Pengendalian kehamilan ini tidak serta merta menghentikan kehamilan secara seratus persen. Justru, proses ini menunda kehamilan selanjutnya agar bisa mengatasi masalah lainnya yang tidak hanya dilihat dari segi ekonomi saja. 

Sayang banget, ternyata program KB ini kebanyakan hanya untuk perempuan saja, lho Diazens. Kebanyakan di sini maksudnya bisa dilihat dari jenis-jenis alat kontrasepsi yang disediakan. Misalnya seperti IUD (spiral), pil dan suntikan KB, spermicidal gel, vaginal ring, kondom perempuan, dan sterilisasi. Sedangkan alat kontrasepsi yang digunakan oleh laki-laki hanya kondom dan vasektomi. 

Alat pencegah kehamilan seperti vasektomi sendiri juga masih belum begitu populer di telinga orang awam dan masih banyak laki-laki yang belum  menggunakannya. Pada laki-laki sendiri, masih ada ketakutan risiko dan efek sampingnya untuk menggunakan vasektomi. 

Namun, bagaimana efek samping dari penggunaan alat kontrasepsi seperti IUD dan pil KB kepada tubuh perempuan? Apakah itu tidak menimbulkan efek samping juga ke dalam tubuh perempuan? 

Kalau dipikir-pikir, kontribusi laki-laki dalam urusan pengendalian kehamilan sangat penting. Penggunaan alat kontrasepsi seperti kondom, terbukti tidak seratus persen ampuh. Pada akhirnya, perempuan yang akan menanggung beban paling berat serta konsekuensi lainnya dalam proses pengendalian kehamilan ini. Selain itu melalui Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia pada tahun 2019 sendiri, sudah dibuktikan lho kalau penggunaan alat kontrasepsi masih banyak digunakan oleh pihak perempuan daripada pihak laki-laki. 

3 dari 4 halaman

Beban Stereotipe dan Budaya Patriarki

Beban stereotipe gender pada perempuan agaknya memang yang paling memberatkan. Ketidakseimbangan dan ketimpangan gender dalam melakukan program keluarga berencana ini dianggap publik hanya untuk menggiring perempuan saja, sehingga seolah-olah laki-laki tidak harus menggunakan alat kontrasepsi.  

Penelitian yang dilakukan di Kota Surakarta menyebutkan bahwa peran laki-laki atau suami masih belum terlihat. Tentunya sudah diketahui hal dasar apa yang mempengaruhi itu: stereotipe gender dan budaya patriarki. 

Stereotipe yang sudah tertanam selama bertahun-tahun ini tentunya membawa kita semua untuk berpikir bahwa program keluarga berencana hanya dilakukan khusus untuk perempuan. Padahal, pelaku penting dalam program ini adalah laki-laki juga karena mereka turut berpartisipasi dalam proses pembuahan.

Budaya patriarki juga membuat laki-laki merasa dirinya tidak bisa disebut ‘laki-laki’ jika ikut program KB. Menggunakan alat kontrasepsi yang tidak umum seperti vasektomi dianggap tidak wajar dan masih belum populer. Sehingga, perempuan juga merasa bahwa dirinya yang bertanggung jawab atas proses tersebut. 

Sebenarnya, masih banyak laki-laki dan perempuan di luar sana yang mau berkontribusi untuk melakukan program KB bersama-sama. Mereka juga tidak peduli dengan stereotipe masyarakat. 

Bapak Eko membagikan pengalamannya melakukan operasi vasektomi. Alasan yang mendasari adalah keinginan sendiri untuk membantu mengurangi beban istri. Menurutnya, istrinya merasa kewalahan mengurus 4 orang anak dan Pak Eko ingin mensejahterakan keluarganya.

Di samping itu, operasi vasektomi ini masih dianggap tabu oleh beberapa laki-laki di Surakarta karena kurangnya sosialisasi dan pengetahuan itu sendiri. Buktinya, dari pengalaman Pak Eko, dirinya diundang dalam beberapa seminar sebagai motivator. Dalam seminar itu, Pak Eko membagi pengalamannya kepada calon akseptor agar tidak takut untuk berpartisipasi dalam program KB  dan melakukan operasi vasektomi.

4 dari 4 halaman

Apakah Laki-laki tidak bisa ikut program KB?

Keluarga Berencana © Diadona

Dari contoh di atas bisa dikatakan kalau laki-laki tentunya bisa mengikuti program KB. Selain untuk meringankan beban istri, laki-laki juga ikut berperan penting dalam pengendalian angka kenaikan penduduk. 

Laki-laki yang masih ragu dengan proses operasi vasektomi tidak perlu khawatir. Saat ini, vasektomi ada bentuk gelnya yang diberi nama Vasalgel. Vasalgel ini didesain untuk menjadi kontrasepsi alternatif berbentuk gel yang prosesnya disuntikkan ke saluran sekaligus tempat sperma tanpa operasi. Vasalgel ini sama tujuannya yaitu mencegah ejakulasi sekaligus menggagalkan pembuahan pada rahim pasangan perempuan. 

Dengan demikian, tidak ada lagi yang perlu ditakuti untuk laki-laki melakukan program keluarga berencana bersama dengan istri. Merencanakan kehidupan pernikahan untuk kesejahteraan anak dan keluarga menjadi poin penting untuk melakukan program ini. Anak juga bisa terhindar dari beban ekonomi orang tua. Orang tua juga bisa fokus untuk memberikan dan menyokong pendidikan anak agar menjadi generasi yang lebih baik. 

Perlu diingat ya, kalau program keluarga berencana ini bukan berarti melarang pasangan untuk memiliki anak sebanyak-banyaknya. Sebaliknya, program ini membantu keluarga untuk bisa merencanakan dengan matang segala aspek dalam keluarga. Mungkin apabila kamu merasa cukup dari segi ekonomi dan lain sebagainya untuk memiliki anak lebih dari dua, maka nggak apa-apa bangat kalau mau memiliki anak lebih dari itu. 

Tapi, yang menjadi poin penting adalah bukan masalah sebanyak apa anak yang ingin kamu miliki, melainkan sesiap apa kamu merawat anak kamu dan memenuhi kebutuhan dia sebagai orang tua yang bertanggung jawab. Jangan sampai anak merasa menyesal sudah dilahirkan karena kehadirannya dianggap membebani orang tuanya ya, Diazens. 

Beri Komentar