Surya Sahetapy Layangkan Kritik, Tanggapi Menteri Sosial Risma yang Minta Anak Tuli Bicara

Reporter : Firstyo M.D.
Kamis, 2 Desember 2021 21:04
Surya Sahetapy Layangkan Kritik, Tanggapi Menteri Sosial Risma yang Minta Anak Tuli Bicara
Surya Sahetapy meminta teman dengar untuk tak menerapkan linguicism pada teman Tuli

Nama Menteri Sosial RI, Tri Rismaharini tengah ramai diperbincangkan di berbagai media sosial. Hal tersebut merupakan buntut dari kejadian di mana Menteri Risma meminta seorang anak penyandang disabilitas Tuli untuk berbicara tanpa menggunakan bahasa isyarat.

Peristiwa yang terjadi dalam acara peringatan Hari Disabilitas Internasional 2021 itu pun sontak menjadi viral di dunia maya. Hasilnya, Menteri Risma pun dihujani oleh kritik pedas.

1 dari 4 halaman

Kritik Surya Sahetapy

Salah satu kritik dilontarkan oleh Surya Sahetapy. Putra Ray Sahetapy dan Dewi Yull itu menyampaikan kritiknya melalui sebuah unggahan di akun Instagram terverifikasi miliknya.

Surya Sahetapy yang merupakan aktivis Tuli meminta masyarakat untuk lebih sadar akan perbedaan kondisi setiap penyandang disabilitas. Lebih jauh, Surya berharap agar kita lebih berempati pada kondisi teman-teman Tuli.

" Tidak semua anak bisa berbicara. Faktor bicara itu berdasarkan tingkat pendengaran mereka, investasi alat bantu dengar yang nilai puluhan-ratusan juta, terapi wicara yag berkesinambungan yang biayanya tidak murah," tulis Surya Sahetapy dalam takarir unggahannya.

2 dari 4 halaman

Cara Interaksi dengan Teman Tuli

Ketimbang langsung meminta untuk bicara, Surya Sahetapy mencontohkan cara lain yang lebih tepat saat berinteraksi dengan teman Tuli.

" Seharusnya digantikan pertanyaan, 'Nak, mau sampaikan pakai apa? Boleh tulis, boleh bahasa isyarat, boleh berbicara, dll. Biar ibu yang belajar memahamimu," sambung Surya Sahetapy.

3 dari 4 halaman

Ajak Hindari Linguicism

Surya Saputra pun mengimbau masyarakat Indonesia untuk tak lagi melakukan hal tersebut, yang ternyata tergolong sebagai linguicism.

Apa itu linguicism?

" Linguicism merupakan pandangan yang menganggap orang pakai Bahasa Indonesia secara lisan lebih pintar daripada orang menggunakan bahasa isyarat," terang Surya Sahetapy.

" Bahasa isyarat merupakan bahasa ibuku, bahasa Indonesia merupakan bahasa kedua bukan berarti saya tidak berkompeten sebagai warga negara Indonesia," imbuhnya.

Beri Komentar