19 Puisi Hari Pahlawan Karya Penyair Hebat Indonesia, Dalam dan Penuh Makna

Reporter : Arif Mashudi
Kamis, 9 November 2023 20:36
19 Puisi Hari Pahlawan Karya Penyair Hebat Indonesia, Dalam dan Penuh Makna
Mari rayakan 10 November dengan Puisi Hari Pahlawan yang penuh makna

Pada setiap tanggal 10 November, Indonesia akan memperingati Hari Pahlawan Nasional. Hari besar ini ternyata berkaitan dengan momentum pertempuran 10 November yang ada di Surabaya.

Saat ini, kita sebagai generasi penerus sudah tidak lagi berkutat dengan peperangan melawan penjajah, Tugas kita adalah memelihara warisan yang sudah ada dan belajar terus agar menjadi bangsa yang besar dan bermartabat.

Selain dengan mengenang jasa-jasa pahlawan, kita bisa mengenang kembali apa yang sudah dilakukan oleh pahlawan Indonesia melalui puisi-puisi yang ditulis oleh penyair ternama tanah air. Berikut ini adalah beberapa puisi yang bisa kamu baca, Diazens.

1 dari 19 halaman

Puisi Hari Pahlawan, Mustofa Bisri © Diadona

Maju Tak Gentar

Karya: Mustofa Bisri (Gus Mus)

Maju tak gentar
Membela yang mungkar.
Maju tak gentar
Hak orang diserang.
Maju tak gentar
Pasti kita menang!

2 dari 19 halaman

Surabaya

Karya: Mustofa Bisri (Gus Mus)

Jangan anggap mereka kalap
Jika mereka terjang senjata sekutu lengkap
Jangan dikira mereka nekat
Karena mereka cuma berbekal semangat
Melawan seteru yang hebat
Jangan sepelekan senjata di tangan mereka
Atau lengan yang mirip kerangka
Tengoklah baja di dada mereka
Jangan remehkan sesobek kain di kepala
Tengoklah merah putih yang berkibar
Di hati mereka
Dan dengar pekik mereka
Allahu Akbar!

Dengarlah pekik mereka
Allahu Akbar!
Gaungnya menggelegar
Mengoyak langit
Surabaya yang murka
Allahu Akbar
Menggetarkan setiap yang mendengar
Semua pun jadi kecil
Semua pun tinggal seupil
Semua menggigil

Surabaya,
O, kota keberania
O, kota kebanggaan
Mana sorak-sorai takbirmu
Yang membakar nyali kezaliman?
Mana pekik merdekamu
Yang menggeletarkan ketidakadilan?
Mana arek-arekmu yang siap
Menjadi tumbal kemerdekaan
Dan harga diri
Menjaga ibu pertiwi
Dan anak-anak negeri
Ataukah kini semuanya ikut terbuai
Lagu-lagu satu nada
Demi menjaga
Keselamatan dan kepuasan
Diri sendiri

Allahu Akbar!
Dulu Arek-arek Surabaya
Tak ingin menyetrika Amerika
Melinggis Inggris
Menggada Belanda
Murka pada Gurka
Mereka hanya tak suka
Kezaliman yang angkuh mereja-lela
Mengotori persada.
Mereka harus melawan
Meski nyawa yang menjadi taruhan
Karena mereka memang pahlawan

Surabaya
Di manakah kau sembunyikan
Pahlawanku?

3 dari 19 halaman

Puisi Hari Pahlawan, Chairil Anwar © Diadona

Derai-derai Cemara

Karya: Chairil Anwar

Cemara menderai sampai jauh
Terasa hari akan jadi malam
Ada beberapa dahan di tingkap merapuh
Dipukul angin yang terpendam

Aku sekarang orangnya bisa tahan
Sudah berapa waktu bukan kanak lagi
Tapi dulu memang ada suatu bahan
Yang bukan dasar perhitungan kini

Hidup hanya menunda kekalahan
Tambah terasing dari cinta sekolah rendah
Dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan
Sebelum pada akhirnya kita menyerah

4 dari 19 halaman

Diponegoro

Karya: Chairil Anwar

Di masa pembangunan ini tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar, lawan banyaknya seratus kali
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tidak bisa mati

MAJU
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu
Sekali berarti
Sudah itu mati

MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sungguh pun dalam ajal baru tercapai
Jika hidup harus merajai

Maju
Serbu
Serang
Terjang

5 dari 19 halaman

Karawang Bekasi

Karya: Chairil Anwar

Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi

Tidak bisa teriak “ Merdeka” dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami
Terbayang kami maju dan mendegap hati?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami

Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu

Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan,
Atau tidak untuk apa-apa

Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Syahrir

Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi

6 dari 19 halaman

Puisi Hari Pahlawan, Taufik Ismail © Diadona

Sebuah Jaket Berlumur Darah

Karya: Taufik Ismail

Sebuah jaket berlumur darah
Kami semua telah menatapmu
Telah pergi duka yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun

Sebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja

Akan mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan ’Selamat tinggal perjuangan’
Berikrar setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?

Spanduk kumal itu, ya spanduk itu
Kami semua telah menatapmu
Dan di atas bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiang

Pesan itu telah sampai kemana-mana
Melalui kendaraan yang melintas
Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan
Teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa
Prosesi jenazah ke pemakaman
Mereka berkata
Semuanya berkata
Lanjutkan Perjuangan!

7 dari 19 halaman

Puisi Hari Pahlawan, W.S. Rendra © Diadona

Dongeng Pahlawan

Karya: WS Rendra

Pahlawan telah berperang dengan panji-panji
berkuda terbang dan menangkan putri.
Pahlawan kita adalah lembu jantan
melindungi padang dan kau perempuan.
Pahlawan melangkah dengan baju-baju sutra.

Malam tiba, angin tiba, ia pun tiba.
Adikku lanang, senyumlah bila bangun pagi-pagi
kerna pahlawan telah berkunjung di tiap hari.

8 dari 19 halaman

Doa Seorang Serdadu Sebelum Berperang

Karya: W.S. Rendra

Tuhanku,
WajahMu membayang di kota terbakar
dan firmanMu terguris di atas ribuan
kuburan yang dangkal

Anak menangis kehilangan bapa
Tanah sepi kehilangan lelakinya
Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini
tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia

Apabila malam turun nanti
sempurnalah sudah warna dosa
dan mesiu kembali lagi bicara
Waktu itu, Tuhanku,
perkenankan aku membunuh
perkenankan aku menusukkan sangkurku

Malam dan wajahku
adalah satu warna
Dosa dan nafasku
adalah satu udara.
Tak ada lagi pilihan
kecuali menyadari
-biarpun bersama penyesalan-

Apa yang bisa diucapkan
oleh bibirku yang terjajah ?
Sementara kulihat kedua lengaMu yang capai
mendekap bumi yang mengkhianatiMu
Tuhanku
Erat-erat kugenggam senapanku
Perkenankan aku membunuh
Perkenankan aku menusukkan sangkurku

9 dari 19 halaman

Puisi Hari Pahlawan, W.S. Rendra © Diadona

Gugur

Karya: W.S. Rendra

Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Tiada kuasa lagi menegak
Telah ia lepaskan dengan gemilang
pelor terakhir dari bedilnya

Ke dada musuh yang merebut kotanya
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Ia sudah tua
luka-luka di badannya

Bagai harimau tua
susah payah maut menjeratnya
Matanya bagai saga
menatap musuh pergi dari kotanya
Sesudah pertempuran yang gemilang itu
lima pemuda mengangkatnya
di antaranya anaknya

Ia menolak
dan tetap merangkak
menuju kota kesayangannya
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya

Belum lagi selusin tindak
maut pun menghadangnya
Ketika anaknya memegang tangannya,

Ia berkata:
”Yang berasal dari tanah
kembali rebah pada tanah.
Dan aku pun berasal dari tanah
tanah Ambarawa yang kucinta
Kita bukanlah anak jadah
Kerna kita punya bumi kecintaan.

Bumi yang menyusui kita
dengan mata airnya.
Bumi kita adalah tempat pautan yang sah.
Bumi kita adalah kehormatan.

Bumi kita adalah juwa dari jiwa.
Ia adalah bumi nenek moyang.
Ia adalah bumi waris yang sekarang.
Ia adalah bumi waris yang akan datang.”

Hari pun berangkat malam
Bumi berpeluh dan terbakar
Kerna api menyala di kota Ambarawa
Orang tua itu kembali berkata:

“ Lihatlah, hari telah fajar!
Wahai bumi yang indah,
kita akan berpelukan buat selama-lamanya!
Nanti sekali waktu
seorang cucuku
akan menancapkan bajak
di bumi tempatku berkubur

Kemudian akan ditanamnya benih
dan tumbuh dengan subur
Maka ia pun berkata:
“ Alangkah gemburnya tanah di sini!”

Hari pun lengkap malam
ketika menutup matanya

10 dari 19 halaman

Lagu Seorang Geriliya

Karya: W.S. Rendra

Engkau melayang jauh, kekasihku
Engkau mandi cahaya matahari

Aku di sini memandangmu,
menyandang senapan, berbendera pusaka

Di antara pohon-pohon pisang di kampung kita yang berdebu,
Engkau berkudung selendang katun di kepalamu

Engkau menjadi suatu keindahan

Sementara dari jauh
Resimen tank penindas terdengar menderu
Malam bermandi cahaya matahari
Kehijauan menyelimuti medan perang yang membara

Di dalam hujan tembakan mortir, kekasihku
Engkau menjadi pelangi yang agung dan syahdu

Peluruku habis
Dan darah muncrat dari dadaku
Maka di saat seperti itu
Kamu menyanyikan lagu-lagu perjuangan
Bersama kakek-kakekku yang telah gugur
Di dalam berjuang membela rakyat jelata

11 dari 19 halaman

Puisi Hari Pahlawan, Sapardi Djoko Damono © Diadona

Atas Kemerdekaan

Karya: Sapardi Djoko Damono

Kita berkata: jadilah
dan kemerdekaan pun jadilah bagai laut
di atasnya: langit dan badai tak henti-henti
di tepinya cakrawala

Terjerat juga akhirnya
kita, kemudian adalah sibuk
Mengusut rahasia angka-angka
sebelum Hari yang ketujuh tiba

Sebelum kita ciptakan pula Firdaus
dari segenap mimpi kita
Sementara seekor ular melilit pohon itu,
'Inilah kemerdekaan itu, nikmatkanlah'

12 dari 19 halaman

Penjajah Harus Pergi dari Indonesia

Karya: Mochamad Hayyu Al Fatha

Penjajah itu sudah merusak persatuan
Persatuan bangsa Indonesia
Karena mereka telah membunuh pahlawanku
Mereka juga telah menyengsarakan rakyat Indonesia

Maka dari itu kita harus melawan para penjajah
Demi Indonesia merdeka kita harus bersatu
Agar bangsa Indonesia bisa tetap harmonis
Dan bersatu agar bangsa Indonesia
Menjadi bangsa yang makmur
Sekujur darah menyelimuti kulitmu
Tembakan yang menusuk dadamu
Semua itu kau lakukan untuk negeri ini
Tanpa pamrih berjuang

Perjuanganmu 'kan terukir di bambu runcing
Sejarah hidupmu 'kan kami kenang
Pagi, siang, sore, malam engkau berperang
Setiap waktu kau pegang senjata

Pahlawan
Semangat
Tekad bulatmu
Untuk negeri ini

Apa gerangan engkau bersedih
Mengapa keadaanmu
Begitu mengkhawatirkan
Begitu mencemaskan kami

Kini negeri ini
Berada di pundak kami
Kami kan terus melanjutkan perjuanganmu
Semangat!

13 dari 19 halaman

Para Patriot

Karya: Umi N Mikhsin

Mereka turun ke jalanan
Menyuarakan lara yang tak dihiraukan
Tangis anak yang kelaparan
Resah pemuda yang tak punya pekerjaan

Mereka menyuarakan seruan
Agar para elit mulai memikirkan
Desah rakyat yang tersingkirkan
Kabar duka tentang kemiskinan

Para patriot jalanan
Bukanlah para pengacau
Bukan pula para pemula yang pandai meracau

Jika saja mereka didengarkan
Jika saja tidak dengan kekerasan
Mungkin mereka akan membawa pencerahan
Bagi nurani bangsa yang mulai tergoyahkan

14 dari 19 halaman

Puisi Hari Pahlawan, Sides Sudyarto DS © Diadona

Pangeran Diponegoro

Karya: Sides Sudyarto DS

Pangeran Diponegoro, pahlawan sejati
Tak pernah mementingkan diri
berjuang selalu untuk kebebasan negeri ini
Pangeran Diponegoro, ksatria pembela Pertiwi

Kau tinggalkan istana dan kursi tahta
Kau ikhlaskan hidupmu untuk berjuang
Demi kehormatan bangsa dan negara
Menuju Indonesia merdeka

Pangeran Diponegoro, jasadmu telah kembali ke bumi
Namun api juangmu tak mati-mati
Kau habiskan tetesan darahmu untuk negeri ini
Kau hembuskan nafas penghabisan untuk Pertiwi

15 dari 19 halaman

Peto Syarif Gelar Tuanku Imam Bonjol

Karya: Sides Sudyarto DS

Di alam Minangkabau dikau dilahirkan
Dibesarkan ayah dan bunda tercinta
Di usia dewasa 25 tahun diburu Belanda
Dari bukit ke bukit dari luhak ke luhak
Tiada menyerah pada perampok yang tamak

Imam Bonjol seumur hidupmu diburu peluru
Tiada hentinya lari dan menyerang
Anak istrimu habis dibunuh dengan keji
Dibantai disiksa penjajah yang bathil
Hidupmu selalu di ujung bedil

Tuanku Imam Bonjol sejak muda hingga tua
Kau pantang mundur terus bertempur
Dengan pedang di tangan, peluru di pinggangmu
Kau bergerak terus melancarkan perang gerilya

Tuanku, 15 tahun dikepung musuh angkara
Dan 25 tahun bergerilya tak jatuh runtuh
Kau pimpin terus rakyat berjuang
Membela Tanah Pusaka, mengabdi agama
Berjihad menuju Nusantara Merdeka

16 dari 19 halaman

Panglima Besar Jendral Sudirman

Karya: Sides Sudyarto DS

Panglima Besar Sudirman
Ketika kau angkat senjata semua pemuda Indonesia siaga
Ikut bersamamu menyandang senapan
Mengawal Revolusi 17 Agustus 1945

Jendral yang perwira
Ketika kau mengembara bergerilya
Segenap putra-putri Indonesia terpanggil
Untuk mengantarmu maju ke medan laga
Mengobarkan api perjuangan, merebut kemerdekaan

Sudirman pahlawan agung
Dengan paru-paru sebelah kau atur komando
Perjuangan nasional semesta Nusantara
Dari atas tandu tergolek badanmu
Mengatur siasat ke segala penjuru
Demi kebebasan tanah air nan satu

Panglima Revolusi nan utama
Seluruh Rakyat Indonesia bernaung
Di bawah bayanganmu setia sepenuh hati dan jiwa
Meneruskan tekad juangmu
Mengawal Revolusi Pancasila
Hingga akhir dunia

17 dari 19 halaman

Puisi Hari Pahlawan, Sides Sudyarto DS © Diadona

Cut Nyak Dien

Karya: Sides Sudyarto DS

Di Cadas Pangeran Sumedang, tubuhmu mengunjur
Engkau istirahat abadi dalam kubur
Tetapi engkau tetap Puteri Aceh yang berjiwa luhur
Kau bela Indonesia hingga merdeka
Meski kau harus korban umur

Cut Nyak Dien, kau wanita utama
Berdarah api berjiwa baja
Kau tinggalkan keluarga dan sanak saudara
Demi negara yang berada dalam bahaya

Cut Nyak Dien kau harum bagai melati putih
Berjuang selalu tiada kenal letih
Kau korbankan nyawa tanpa sedih
Demi tegaknya Sang Merah Putih.

18 dari 19 halaman

Dewi Sartika

Karya: Sides Sudyarto DS

Dewi bagai pelita di malam hari
Dikau bersinar cerah dalam kegelapan
Meski angin kencang bertiup menghembus
Namun kau tetap menyala membagi terang

Kau sinarkan cahaya pikirmu
Membimbing kaum wanita ke arah kemajuan
Kau didik anak-anak Indonesia dengan rela
Agar jadi insan berguna

Dewi Sartika, wanita utama
Telah kau rentang garis pengabdian
Juangmu memerangi kebodohan bangsa
Menuju titik kesejahteraan di esok lusa

19 dari 19 halaman

Penyelamat Ibu Pertiwi

Karya: Agung Dwi Prasetyo

Seperti hujan yang turun membasahi bumi
Menjadikan tanah kering menjadi subur
Seperti itulah para pahlawan
Menjadikan negara ini merdeka dari pejajahan

Tak terukur perjuangan yang kau lakukan
Tak terhitung berapa banyak darah yang tertumpah
Demi tercapainya kemerdekaan
Demi mengusir para penjajah yang serakah

Usai sudah kini perjuanganmu
Tinggalah kami di sini yang menikmati
Hasil jerih payah engkau dahulu
Terimakasih para pahlawanku

Jadi itulah beberapa puisi Hari Pahlawan yang bisa kamu baca untuk memperingati tanggal 10 November. mari rayakan Hari Pahlawan Nasional dengan puisi-puisi yang dalam dan bermakna

Beri Komentar