Kisah Angkie Yudistia, Perempuan Tuli yang Diangkat Jadi Stafsus Presiden

Reporter : Abidah Ardelia
Rabu, 15 Oktober 2025 09:31
Kisah Angkie Yudistia, Perempuan Tuli yang Diangkat Jadi Stafsus Presiden
Angkie Yudistia, bukti nyata kalau keterbatasan tak bisa mengalahkan tekad dan kerja keras.

Nama Angkie Yudistia mungkin sudah tak asing lagi bagi banyak orang. Ia dikenal sebagai sosok inspiratif yang berhasil membuktikan bahwa keterbatasan bukan alasan untuk berhenti bermimpi.

Dari kehilangan pendengaran di usia 10 tahun, kini ia menjadi salah satu tokoh penting yang memperjuangkan hak penyandang disabilitas di Indonesia.

Kehilangan Pendengaran Akibat Efek Samping Obat

Kehidupan Angkie Yudistia bukan tanpa ujian. Di usia 10 tahun, ia harus kehilangan pendengarannya akibat efek samping antibiotik yang diminumnya ketika sakit malaria.

Kondisi itu sempat membuatnya terpuruk dan merasa berbeda dari teman-teman sebayanya. Namun, dukungan keluarga, terutama sang ibu, menjadi kunci ia bangkit dan kembali menemukan semangat hidup.

Sang ibu selalu menanamkan nilai percaya diri dan kemandirian. “Mama aku selalu berkata perempuan harus kuat. Ketika kita percaya dengan kemampuan diri sendiri, maka orang lain akan percaya juga,” kenang Angkie.

Kalimat itu terus melekat di benaknya, bahkan menjadi fondasi ketika ia menghadapi masa-masa sulit di sekolah hingga dunia kerja.

1 dari 4 halaman

Menembus Batas lewat Pendidikan dan Karya

Meski sempat disarankan untuk bersekolah di SLB, Angkie justru memilih sekolah inklusi agar bisa belajar bersama anak-anak tanpa disabilitas. Ia kemudian melanjutkan kuliah di London School of Public Relations Jakarta dan berhasil meraih gelar S2 di bidang komunikasi.

Di tengah tantangan, Angkie membuktikan bahwa keterbatasan bukan alasan untuk berhenti bermimpi. Ia pernah menjadi finalis Abang None Jakarta 2008 dan terpilih sebagai The Most Fearless Female Cosmopolitan di tahun yang sama.

Dua tahun kemudian, ia menulis buku Perempuan Tunarungu Menembus Batas, yang mengisahkan perjuangannya menerima diri dan menolak dikasihani.

Lahirnya Thisable Enterprise dan Perjuangan Membangun Inklusi

Dorongan untuk membantu sesama penyandang disabilitas membuat Angkie mendirikan Thisable Enterprise pada 2011. Melalui platform ini, ia ingin membuka akses pekerjaan bagi teman-teman disabilitas di berbagai bidang.

Perjalanannya tentu tidak mudah. Ia mengaku sering ditolak investor dan diragukan kemampuannya karena kondisi fisiknya. Namun, keyakinannya tidak goyah.

“ Aku tahu sulitnya mendapatkan pekerjaan. Mengerti rasanya bertahan hidup di antara sulitnya akses menjadi minoritas. Tapi aku berusaha untuk selalu percaya bahwa setiap disabilitas punya peran masing-masing dalam pengembangan,” ucapnya.

Kegigihan itu akhirnya membuahkan hasil. Thisable Enterprise kini telah berkembang menjadi grup yang menaungi lembaga pelatihan dan rekrutmen disabilitas. Bahkan, perusahaan ini sempat bekerja sama dengan Go-Jek untuk memberdayakan pekerja difabel di layanan seperti Go-Massage dan Go-Clean.

2 dari 4 halaman

Diangkat Menjadi Stafsus Presiden dan Meraih Gelar Kehormatan

Pada 2019, Presiden Joko Widodo menunjuk Angkie sebagai Staf Khusus Presiden bidang sosial. Penunjukan ini menjadi sejarah tersendiri karena untuk pertama kalinya seorang perempuan tuli duduk di posisi strategis pemerintahan.

“ Berdiri di sini menyuarakan 21 juta jiwa disabilitas di seluruh Indonesia dan turut bangga saya berdiri di sini mewakili disable enterprise yang saya bangun delapan tahun, di mana sudah waktunya disabilitas bukan kelompok minoritas tetapi kita dianggap setara," ujar Angkie saat dilantik, dikutip dari Kumparan.

Sebagai stafsus, ia berfokus pada kebijakan yang ramah disabilitas dan kampanye tentang kesetaraan di berbagai sektor. Di bawah kepemimpinan Jokowi, Angkie turut mendorong lahirnya inisiatif-inisiatif sosial yang memberi ruang lebih luas bagi masyarakat difabel untuk berpartisipasi.

Tidak hanya itu, dedikasinya pada kelompok rentan membuat pemerintah menganugerahkan tanda kehormatan Satyalancana Wira Karya kepada Angkie pada 22 Agustus 2024. Penghargaan tersebut diserahkan langsung oleh Sekretaris Kabinet Pramono Anung di Aula Serba Guna Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta.

“ Puji syukur Alhamdulillah saya ucapkan atas capaian ini. Saya mengajak seluruh insan untuk terus menjaga semangat dalam menciptakan Indonesia yang inklusif, dalam berbagai aspek kehidupan,” ujar Angkie, dikutip dari iNews.id.

Ia menekankan bahwa perjuangan belum selesai. Menurutnya, penghargaan itu adalah simbol tanggung jawab untuk terus memperjuangkan hak-hak penyandang disabilitas agar bisa hidup setara dan berdaya.

“ Penghargaan ini tak lepas dari peran dan kontribusi berbagai mitra terkait dalam memperjuangkan kesetaraan bagi disabilitas di Tanah Air,” tambahnya.

Salah satu bukti nyata kiprahnya adalah keberhasilannya memfasilitasi vaksinasi bagi lebih dari 500.000 penyandang disabilitas dan pendampingnya selama pandemi Covid-19, menggunakan hibah vaksin Sinopharm. Aksi ini menjadi salah satu bentuk nyata implementasi kebijakan inklusif yang berdampak luas bagi masyarakat rentan di Indonesia.

3 dari 4 halaman

Membangun Inklusivitas Lewat Fesyen dan Bahasa Isyarat

Setelah tak lagi menjabat sebagai stafsus, Angkie tetap melanjutkan perjuangannya melalui INCLUSiVE IDN. Ia meluncurkan seri Inclusive Scarves bertajuk Inspirae Basic Series yang menggabungkan keindahan kain dengan pesan edukasi. Setiap scarf dilengkapi kartu alfabet BISINDO dan SIBI agar pemakainya bisa belajar bahasa isyarat.

“ Dengan Basic Alfabet BISINDO & SIBI yang menyertai, setiap gerakan tangan menjadi pesan cinta yang melampaui kata,” kata Angkie.

Bagi Angkie, bahasa isyarat bukan sekadar alat komunikasi, tapi juga simbol kesetaraan. Ia percaya bahwa tangan yang berbicara menyampaikan kebijaksanaan, keberanian, dan identitas diri yang tak kalah kaya dari bahasa lisan.

Sosok Ibu yang Belajar Tanpa Henti

Selain dikenal sebagai aktivis dan pengusaha sosial, Angkie juga seorang ibu dari dua anak. Ia mengaku sempat takut tidak mampu mengurus anak karena sepanjang hidupnya selalu dirawat oleh orang lain. Namun, dukungan suami dan keluarga membuatnya mampu beradaptasi.

Ia bahkan punya cara unik berkomunikasi dengan anaknya. “ Sekarang anakku kalau manggil aku itu tepuk kanan. Jadi aku tahu,” katanya dengan senyum.

4 dari 4 halaman

Perjalanan hidup Angkie Yudistia adalah bukti bahwa keterbatasan bukan penghalang untuk bermimpi besar. Dari kehilangan pendengaran di masa kecil, menjadi CEO, hingga duduk di Istana Negara, Angkie membuktikan bahwa kekuatan sejati ada pada tekad dan keberanian untuk terus melangkah.

Beri Komentar