Hikikomori : Mereka Yang Mengasingkan Diri

Reporter : Dhewi Bayu Larasati
Sabtu, 28 Desember 2019 11:46
Hikikomori : Mereka Yang Mengasingkan Diri
Tak tahan dengan tuntutan sosial, alih-alih terus berjuang, mereka memilih untuk mengasingkan diri.

Semua bermula waktu sang kepala sekolah mulai berbicara tentang tes masuk perguruan tinggi di hari pertama sekolah. Buat Hayashi Kyoko, masa SMA yang indah langsung berubah jadi hiruk pikuk persiapan ujian yang bikin stres.

Dia kaget, apalagi sejak awal Kyoko suda merasa nggak begitu kompeten dalam sistem pendidikan yang ketat. Kekhawatiran yag berlebihan tentang kemampuannya sendiri mulai bikin dia berubah, bermanifestasi menjadi gejala sakit fisik dan membuat dia berhenti sekolah.

Seiring bertambahnya waktu, Kyoko mulai dewasa. Dia bekerja part-time dan mulai menghadapi tekanan dari sang ibu. Padahal, dia merasa sudah mencapai batas kemampuan yang dia punya.

Dia merasa sudah tidak bisa menghadapi dunia, dan mulai meninggalkan rumah atau bertemu dengan orang lain. Titik terendah dalam hidupnya yakni saat dia menghabiskan waktu cuman buat mengkritik dirinya sendiri. Dia tidak menemukan apa yang berharga dari dirinya.

 

1 dari 1 halaman

500 Ribu Hikikomori

Seperti yang diberitakan dari businessinsider.com, fenomena yang Kyoko lakukan ini juga dilakukan oleh lima ratus ribu orang 'Hikikomori' di Jepang. Hikikomori merujuk pada mereka yang memilih buat menutup kontak dengan masyarakat.

Menurut laporan, mereka berada dalam rentang umur 15 - 39 tahun. Mereka menghabiskan waktu berdiam diri di dalam rumah untuk merawat orang tua dan mengandalkan orang tua dari segi finansial. Masalah akan muncul karena seiring waktu, orang tua mereka akan semakin menua.

Masih belum jelas kenapa fenomena ini terjadi dan terus meluas. Beberapa diantara mereka mengisolasi diri dari masyarakat karena nggak tau apa yang harus mereka lakukan dengan hidup mereka. Sebagian lagi karena kejadian memilukan dalam hidup, seperti nilai sekolah yang anjlok, atau patah hati. 

Sekiguchi Hiroshi, seorang psikiatrik di Jepang menulis untuk Nippon.com, bahwa Hikikomori merasa malu karena tidak bisa bekerja seperti masyarakat umumnya. Namun di saat yang bersamaan, mereka punya konflik internal karena terus menerus mengutuki diri atas kesalahan mereka.

Hikikomori dikhawatirkan akan mengganggu kondisi ekonomi karena mereka tidak menjadi bagian dari tenaga kerja. Ditambah, mereka akan terus mengandalkan keluarga untuk masalah keuangan. Saat keluarga mereka meninggal, mereka akan menjadi tanggungan negara.

Lantas, apa solusinya?
Kyoko menyebut keadaan dirinya berubah saat dia mulai bergabung lagi dengan masyarakat. Dia mencari pertolongan psikiater saat akan bunuh diri. Menginjak umur 40 tahun, Kyoko mendirikan sebuah perkumpulan untuk membantu para Hikikomori keluar dari belenggu mereka sendiri.

Beri Komentar