Mengenal Nadhira Afifa Nuraini: Dari Minder di Kelas hingga Jadi Bintang Panggung Wisuda Harvard

D Stories | Senin, 1 Desember 2025 09:48

Reporter : Abidah Ardelia

Prestasinya tidak main-main, ia berhasil terpilih mewakili angkatannya untuk menyampaikan pidato kelulusan di salah satu kampus terbaik dunia, Harvard University.

Siapa yang tidak kenal dengan sosok Nadhira Nuraini Afifa? Nama dokter cantik sekaligus influencer ini sempat viral dan menjadi perbincangan hangat di seluruh penjuru Tanah Air pada tahun 2020 lalu.

Advertisement

Prestasinya tidak main-main, ia berhasil terpilih mewakili angkatannya untuk menyampaikan pidato kelulusan di salah satu kampus terbaik dunia, Harvard University.

Kisah perjalanannya menuju podium bergengsi tersebut ternyata penuh dengan warna, mulai dari perjuangan melawan rasa tidak percaya diri hingga momen haru biru bersama keluarga yang bikin siapa saja yang mendengarnya ikut meleleh.

2 dari 6 halaman

Momen Haru Biru Wisuda Online di Rumah

Kilas balik ke bulan Mei 2020, suasana di kediaman keluarga Nadhira terasa sangat berbeda. Karena pandemi COVID-19 yang sedang melanda dunia kala itu, seremonial wisuda yang biasanya megah di Amerika Serikat harus dialihkan menjadi format daring.

Nadhira, yang mengambil gelar Master of Public Health di Department of Global Health and Population, Harvard T.H. Chan School of Public Health, duduk manis bersama keluarganya di depan layar kaca.

Meski hanya menatap layar, kebanggaan yang dirasakan kedua orang tuanya meluap-luap. Sang ibunda tak kuasa menahan air mata saat menyaksikan putrinya berbicara mewakili ratusan mahasiswa cerdas lainnya dari seluruh dunia.

Dengan suara bergetar, ibunda Nadhira mengungkapkan bahwa melihat anaknya bisa berkuliah di Harvard saja sudah merupakan sesuatu yang luar biasa, apalagi ditambah dengan prestasi menjadi pembicara terpilih.

Bagi sang ibu, pencapaian Nadhira tersebut terasa bagaikan sebuah mimpi indah yang menjadi kenyataan dan jauh melampaui ekspektasi yang pernah ia bayangkan.

Kakak dan ayah Nadhira pun tak henti-hentinya memuji betapa jelas dan bagusnya pesan yang disampaikan Nadhira dalam pidato tersebut.

3 dari 6 halaman

Sempat Mengalami "Imposter Syndrome"

Jangan kira perjalanan Nadhira di Harvard mulus tanpa hambatan mental. Sebagai mahasiswa penerima beasiswa LPDP dari Kementerian Keuangan, Nadhira mengaku sempat mengalami masa-masa sulit di awal perkuliahan. Ia merasakan apa yang disebut imposter syndrome atau perasaan minder yang akut.

Saat pertama kali menginjakkan kaki di Boston, ia merasa kecil di antara teman-temannya yang terlihat sangat jenius dan hebat.

Perbedaan budaya dan sistem pendidikan sempat membuatnya kaget selama beberapa minggu pertama.

Namun, Nadhira tidak membiarkan rasa minder itu menguasai dirinya berlama-lama. Ia mulai memberanikan diri membuka obrolan dan bersosialisasi.

Ternyata, banyak mahasiswa lain yang merasakan ketakutan serupa. Hal ini menyadarkan Nadhira bahwa mereka semua hanyalah manusia biasa yang sama-sama sedang berjuang.

Menariknya, Nadhira punya cara unik dalam beradaptasi. Meski memegang teguh prinsipnya sebagai seorang Muslim yang tidak mengonsumsi alkohol, ia tetap rajin ikut kumpul-kumpul dengan teman-temannya di bar atau acara sosial lainnya.

Baginya, itu adalah kesempatan emas untuk membangun jejaring atau networking, dan teman-temannya pun sangat menghargai prinsip yang ia pegang.

4 dari 6 halaman

Di Balik Layar Pidato yang Mengguncang

Proses Nadhira terpilih menjadi Commencement Student Speaker bukanlah hal yang instan. Ia harus melalui serangkaian seleksi ketat yang diadakan oleh pihak kampus.

Tantangannya cukup berat karena awalnya tidak ada panduan baku mengenai isi pidato. Nadhira bahkan sempat merasa kesulitan menyusun kata-kata.

Namun, berkat kegigihan dan bantuan pelatihan dari seorang profesional, ia berhasil meramu sebuah naskah yang menyentuh hati.

Dalam pidatonya, Nadhira mengangkat isu tentang keberagaman, inklusivitas, dan persatuan. Ia juga menyisipkan pesan personal yang sangat kuat mengenai sosok sang ibu.

Nadhira menceritakan bagaimana ibunya selalu menanamkan keyakinan agar ia tidak takut bermimpi tinggi, karena satu-satunya batasan dalam hidup hanyalah pikiran kita sendiri.

Pesan inilah yang kemudian mengantarkannya lolos seleksi video hingga akhirnya tampil di wisuda virtual yang disaksikan jutaan pasang mata.

5 dari 6 halaman

Jejak Langkah Kemanusiaan dan Prestasi Dunia

Gelar master dari Harvard bukan hanya sekadar titel bagi lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.

Nadhira membuktikan ilmunya lewat aksi nyata. Ia pernah terlibat langsung dalam proyek penanganan gizi buruk di kalangan anak dan remaja di Dodoma, Tanzania, Afrika.

Pengalaman turun ke lapangan ini semakin memperkaya perspektifnya sebagai seorang ahli kesehatan masyarakat.

Tak berhenti di situ, Nadhira juga mendirikan Limitless Foundation, sebuah yayasan yang bergerak di bidang pendidikan dan sosial. Melalui yayasan ini, ia memberikan beasiswa, pelatihan soft skill, hingga mentorship bagi anak-anak muda Indonesia.

Kisah inspiratifnya pun ia tuangkan dalam sebuah buku berjudul Limitless yang terbit pada tahun 2021.

Berkat deretan prestasi dan kontribusinya yang berdampak luas, nama Nadhira Nuraini Afifa bahkan masuk dalam daftar 500 Muslim Paling Berpengaruh di Dunia versi The Royal Islamic Strategic Studies Centre (RISSC), bersanding dengan tokoh-tokoh besar lainnya.

6 dari 6 halaman

LDR dan Dukungan Suami Tercinta

Di balik kesuksesan seorang wanita hebat, tentu ada support system yang kuat. Nadhira menjalani masa studinya di Amerika Serikat dengan status sebagai istri dari Pasha Laksamana Putra.

Mereka menikah pada tahun 2018, dan Nadhira harus rela menjalani hubungan jarak jauh alias LDR demi mengejar mimpinya di Harvard.

Meski terpisah benua, keduanya saling mendukung peran masing-masing. Sang suami fokus meniti karier di Indonesia, sementara Nadhira fokus pada pendidikannya di Negeri Paman Sam.

Komunikasi yang intens dan pengertian menjadi kunci keberhasilan hubungan mereka. Nadhira membuktikan bahwa status pernikahan bukanlah penghalang bagi seorang perempuan untuk menuntut ilmu setinggi mungkin.

Justru, dengan berkembang bersama pasangan, keduanya bisa saling melengkapi dan meraih versi terbaik dari diri masing-masing.

Join Diadona.id