Tampak Cerdas, Anak Jenius Nggak Pinter Cari Teman 

Reporter : Novi Hardita Larasati
Jumat, 13 Maret 2020 08:00
Tampak Cerdas, Anak Jenius Nggak Pinter Cari Teman 
Anak-anak yang pintar juga butuh dikembangkan karakternya.

Selain penampilan, beberapa orang kerap menilai sesuatu berdasarkan cara bersosialisasi hingga tingkat kecerdasan yang dimiliki. Salah satunya adalah disekitarmu pasti sering menggunakan bahan candaan 'IQ jongkok' untuk menyindir temanmu yang dianggap sedikit lemot dalam memahami sesuatu, bukan?

Sedangkan yang cepat tanggap dianggap memiliki IQ yang tinggi. Padahal sebenarnya tidak sesederhana itu lo! Meskipun terkesan wah dan ‘sakti’ banget, nyatanya ada sisi gelap di balik kehidupan para anak prodigy ini.

Pasalnya, jika salah penanganan, efeknya bisa berbahaya. Eh, kenapa?

1 dari 3 halaman

Ilustrasi Anak Jenius © Diadona

Melansir dari Read and Spell, meskipun terkesan unggul di beberapa hal, orang yang jenius cenderung mengalami kesulitan untuk berteman sehingga merasa terisolasi dan memiliki kepercayaan diri yang rendah.

Anak-anak dengan kelebihan ini biasanya akan membuat progres yang terlalu cepat dibanding teman-temanya, sehingga banyak yang memasukkan anak-anak ini ke sekolah khusus agar lebih ‘nyambung’.

Bukan hanya itu saja, hasil penelitian yang dilakukan oleh Singapore Management University and the London School of Economics, pun juga menemukan bahwa semakin kita menghabiskan banyak waktu dengan teman, maka hidup kita akan bahagia. Sayangnya, itu tidak berlaku bagi mereka yang sangat cerdas.

2 dari 3 halaman

Hasil tersebut didapat dari 2 penelitian dengan mengandalkan data dari National Longitudinal Study of Adolescent Health yang melibatkan 15,000 partisipan dengan rentang usia 18-28 tahun. Penelitian tersebut dilakukan di tahun 2001-2002.

Ilustrasi Anak Jenius © Diadona

Penelitian pertama dilihat dari tiga faktor, yakni tes intelegensi, kepadatan penduduk partisipan, dan seberapa puas para partisipan terhadap hidupnya. Hasil dari penelitian pertama adalah orang akan jauh lebih bahagia ketika hidup dalam lingkungan yang penduduknya tidak begitu padat, kecuali orang yang sangat cerdas.

Sementara pada penelitian kedua, yang melibatkan skor IQ, kepuasan hidup, dan seberapa sering berinteraksi dengan teman, hasilnya adalah semakin sering kita berinteraksi dengan teman, maka hidup kita semakin bahagia, kecuali mereka yang sangat cerdas.

3 dari 3 halaman

Jadi, kalau kamu memiliki anak yang jenius, kamu harus bisa menyeimbangkan antara bimbingan emosional, pelatihan dengan strategi, dan akses untuk akomodasi.

Meskipun jenius itu bagus, tapi bukan berarti orangtua memaksa anak untuk bisa menjadi seorang bintang saat sudah dewasa. Karena kalau anak jenius ini tidak mendapatkan pengarahan yang benar, kejeniusannya justru bisa menjadi bumerang untuk dirinya sendiri.

Semoga tulisan ini bisa menjadi pencerahan bagi kamu para orangtua yang punya anak-anak istimewa ya!

Beri Komentar