© 2025 MU+KU
DIADONA.ID - Di tengah derasnya arus budaya global, sekelompok anak muda dari Bandung membuktikan bahwa cinta terhadap budaya sendiri bisa menjadi sumber inspirasi yang tak ada habisnya. Mereka menamakan diri MU+KU, sebuah komunitas kreatif yang fokus mengangkat nilai-nilai tradisi Nusantara dalam karya modern yang segar dan relevan.
Bagi mereka, budaya bukan hanya tentang masa lalu, tapi juga tentang cara memaknainya di masa kini. “Kami ingin budaya lokal nggak cuma jadi pajangan atau kenangan, tapi sesuatu yang bisa dirasakan dan dijalani sehari-hari,” ujar Rafi, salah satu pendiri MU+KU.
Komunitas ini lahir dari keresahan sederhana: melihat generasi muda yang makin jauh dari akar budayanya. Di tengah gempuran tren digital dan budaya pop luar negeri, MU+KU hadir sebagai ruang untuk kembali mengenal diri lewat seni, musik, dan produk kreatif yang mengusung unsur lokal.
Setiap karya yang lahir dari tangan mereka selalu punya sentuhan khas Indonesia—entah dari motif, warna, atau filosofi di baliknya. “ Kami percaya bahwa budaya itu bukan barang antik yang harus disimpan di lemari kaca. Budaya itu hidup, dan harus terus bergerak,” lanjut Rafi.
Lewat berbagai kolaborasi dengan seniman muda, desainer, dan pelaku UMKM, MU+KU berhasil menjembatani tradisi dan inovasi. Mereka membuat produk yang tidak hanya indah dipandang, tapi juga punya cerita. Dari batik kontemporer hingga karya seni interaktif, semuanya dirancang agar publik bisa merasakan kembali makna ‘lokal’ dengan cara yang lebih dekat.
Namun perjalanan MU+KU tidak selalu mudah. Di awal berdiri, mereka sempat menghadapi skeptisisme. Banyak yang menganggap konsep mereka terlalu idealis dan sulit diterima pasar. Tapi bagi mereka, visi menjaga budaya tetap hidup jauh lebih penting daripada sekadar keuntungan.
“ Kami sadar, nggak semua orang langsung paham kenapa kami melakukan ini. Tapi kami percaya, kalau kita konsisten dan tulus, lama-lama orang akan melihat nilai dari apa yang kami buat,” ungkap Nadya, salah satu anggota tim kreatif.
Kini, perlahan tapi pasti, MU+KU mulai dikenal luas. Mereka rutin menggelar pameran, lokakarya, dan program edukatif yang melibatkan anak muda di berbagai daerah. Tak hanya itu, mereka juga aktif menggunakan media sosial untuk memperkenalkan produk budaya dengan cara yang lebih kekinian.
Yang menarik, MU+KU tak sekadar mengajak generasi muda menjadi penikmat, tapi juga pelaku budaya. Melalui berbagai kegiatan interaktif, mereka menumbuhkan rasa bangga dan kepemilikan terhadap warisan Nusantara. “ Kami ingin anak muda sadar bahwa budaya itu bukan sesuatu yang kuno atau ketinggalan zaman. Justru, dari sanalah ide-ide baru bisa tumbuh,” tambah Nadya.
Semangat mereka mengingatkan bahwa menjaga budaya tidak harus dengan cara yang kaku atau formal. Bisa lewat musik, fashion, atau karya visual yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Filosofi inilah yang membuat MU+KU terasa segar di antara komunitas kreatif lainnya.
“ Kalau bukan kita yang melanjutkan cerita budaya ini, siapa lagi?” kata Rafi menutup percakapan.
MU+KU bukan sekadar nama. Ia adalah cerminan hubungan antara “ aku” dan “ kamu”—antara individu dan komunitas, masa lalu dan masa depan. Di tangan anak muda seperti mereka, budaya Indonesia menemukan napas barunya: dinamis, relevan, dan penuh makna.

Marsinah, Aktivis Buruh Perempuan dari Nganjuk yang Kini Diakui Sebagai Pahlawan Nasional

Sosok Rama Duwaji, Seniman Gen Z Beragama Islam yang Jadi Calon First Lady New York

Lisa BLACKPINK Curi Perhatian Jadi Penari Emas Jibaro saat Halloween


Dita Karang Bikin Kejutan, Tampil Menawan di Jakarta Fashion Week 2026